ads

Selasa, 18 Februari 2014

Indonesia belum merdeka

Oleh: Ahmad Ismail
Assalamualaikum Wr. Wb, dan salam sejahtera.

Saya kira ada yang hilang dalam diskursus mengenai problem-problem kebangsaan mengenai krisis, mengenai transpormasi, mengenai kepemimpinan , pengangguran dan sebagainya. Bahkan dalam renungan atau pemikiran yang saya lakukan, kehilangan itu sudah tidak hanya terjadi dalam bidang informasi, fakta-fakta historis sudah sampai pada ada problem juga dengan mainset kita dalam cara kita memikirkan masalah-masalah dan solusi-solusinya.

Jadi kira-kira dalam bahasa seorang kalau seorang dokter saya kira lebih mudah memahami cara begini, kalau kita sakit sebelum melakukan terapi kita melakukan diagnosa, hanya diagnosa yang benar menghasilkan terapi yang benar. Kalau diagnosanya sudah salah biasanya terapinya pasti salah. Nah problem kita sekarang adalah tidak hanya fakta data ini itu hilang tidak lengkap tetapi alat atau instrumen untuk melakukan diagnosa pun sudah ada yang hilang itu. Sudah kaya begitu keadaannya. Jadi  walapun kita prihatin, sedih, marah dan sebagainya tapi karena alat yang bisa kita pakai  untuk mendiagnosa itu enggak lengkap ya enggak mungkin kita bisa mendapatkan gambaran apalagi dengan terapi yang benar.

Nah kondisi historisnya sudah seperti itu. Persisnya seperti apa? Persisnya saya ingin menguraikan ini, problem tidaknya banyak masalah disana. Tapi juga ada masalah dalam melihat masalah, ini saya akan meletakannya dalam kerangka historis dalam setiap perkembangan ekonomi politik di tanah air.

Saya ingin mengingatkan dan ini saya lakukan dimana-mana, salah satu hal kecenderungan yang selama ini hilang adalah kecenderungan kita untuk cepat-cepat melupakan bahwa kita ini lahir dari rahim koloniallisme. Jadi entah bagaimana ceritanya generasi sekarang atau mungkin kaka-kakanya sudah begitu saja menerima teks and probiotik bahwa kita sudah merdeka  wong kita sudah bisa pemilu, sudah bisa jadi bupati, gubernur ini sudah gak dipikirin lagi, dengan begitu diasumsikan bahwa kita ini sudah negara yang merdeka, tapi tidak probiotik betul bagaimana proses kolonialisme dan menjadi merdeka seperti  apa hakekat kolonialisme dan apa yang telah berubah setelah proklamasi itu gak pernah dilihat. Satu hal yang kemudian menjadi penting kalau kembali ke kolonialisme adalah kata-kata Bung Karno yang mengatakan kalau kita bicara kolonialisme, kolonialisme itu bukan politik, kolonialkisme bukan kebidayaan, bukan militer, kolonialisme itu ekonomi.

Masalah kolonialisme itu masalah bisnis, masalah mencari untung. Dan fakta historis itu jelas-jelas menyatakan kepada kita bahwa yang menjajah kita itu adalah sebuah serikat dagang yaitu yang namanya VOC. Jadi implikasinya apa? ketika kita menyadari bahwa kolonialisme itu adalah ekonomi, kolonialisme itu adalah bisnis adalah soal untung rugi, mestinya kalau kita bicara merdeka, merdeka nggak bisa hanya  bicara politik, merdeka nggak bisa hanya dengan selembar kertas, sebuah pemerintahan, sebuah  proses pemilihan kepala pengadilan nggak  bisa

Indonesi dulu merdeka sebelum bisa melakukan koreksi terhadap struktur ekonomi yang diwariskan oleh kolonial. Itu substansi merdeka 100% itu ada disitu. Kenapa? Karena kolonialisme itu sudah berlangsung 3,5 abad maka praktis dia sudah mewariskan sebuah streuktur ekonomi yang bercorak kolonial. Itu bisa kita lihat baik dalam hubungan kita keluar atau hubungan kita kedalam
Bung Karno menjelaskan itu dalam beberapa kiteria. Kalau keluar katanya ciri-ciri ekonomi yang berwatak kolonial adalah
1. Kita cenderung diposisikan sebagai eksportir bahan mentah
2. Kita cenderung diposisikan sebagai pasar barang-barang jadi
3. Kita cenderung menjadi tempat memutar kelebihan kapital sebagai akumulasi dari proses .

penciptan ide tambah yang ada diluar.
Sekarang kita lihat saja kalau Indonesia bicara eksport, eksport Indonesia apa? Money....primer? Tetap saja mungkin produknya saja yang berbeda. Kalau dulu mungkin rempah-rempah, produk –produk pertanian, kalau sekarang mungkin tambang, gas tapi tetap saja produk primer. Kedua pertanyaannya kita ini produsen kakao yang besar tapi coklatnya dibuat dimana dan kita mengkonsumsi lagi nah ini kakau kita. contoh yang lain lagi apa? Kita produsen karet ban di dunia dan kita juga konsumen ban yang besar nah pertanyaan pabrik bannya ada dimana dan seterusnya. Termasuk kalau kita bicara masalah sawit dan sebagainya-dan sebagainya. Jadi dari situ praktis belum kelihatan tanda-tanda 60 sekian tahun setelah proklamasi sudah terjadi koreksi inprastruktur ekonomi yang bercorak kolonialisme itu. Sekarang yang kita kita dijadikan tempat memutar kelebihan kapital, nah ini malah menjadi terbalik-balik sekarang. Kenapa?

Sekarang ini malah justru menjadi maintry, menjadi pola pikir yang tumbuh, justru kita yang sangat membutuhkan investor, nah ini yang menjadi aneh, jadi bukan pihak sana lagi yang mencoba memanfaatkan kita sebagai tempat  investasi. Justru kita yang sibuk, semua, dari pusat sampai daerah menggelar karpet merah seolah-olah kesejahteraan rakyat republik ini tidak bisa diperbaiki tanpa ukluran tangan investor.

Jadi hidup matinya bangsa ini sangat tergantung kepada kepercayaan investor.  Sudah terjungkir balik itu artinya. Saya sekedar tambahkan saja sedikit, bung Hatta juga sebenarnya punya kriteria tetapi lebih banyak kedalam. Bung Hatta mengatakan bahwa salah satu ciri ekonomi yang bercorak kolonial itu adalah terbaginya masyarakat Indonesia atas tiga lapis. Lapis atas Eropa waktu itu ditengah timur asing lalu kaum pribumi itu ada dilapisan paling bawah.

Nah cita-cita kita setelah merdeka ini kalau memang mau mengoreksi struktur ekonomi kolonial itu tidak hanya keluar tapi harus kedalam artinya seperti yang sudah kita dengar bagai mana rakyat menjadi tuan dinegeri sendiri.pertanyaannya adalah setelah 60 sekian proklamasi apa yang sudah terjadi? Apakah benar rakyat telah menjadi tuan di negeri sendiri? bahwa ada yang menjadi anggota parlemen ada yang menjadi gubernur ada yang menjadi presiden memang yah.

Tapi coba lihat satu hak rakyat saja, setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan ............. sudah terpenuhi belum? Rakyat kita sudah terbelenggu bukan hanya menjadi kuli di negeri sendiri tapi bahkan telah diekspor menjadi kuli dinegara-negara lain. Itu sebenarnya jauh dari apa yang kitya cita-citakan sebenarnya.
Makanya kalau saya berdiskusi dengan pejabat, pejabat-pejabat daerah segala macam yang mengenai kebanggan mereka mengirim tenaga kerja, mengirim TKI kemana-mana keluar negeri, pak sebenarnya kita keliru, sebenarnya yang harus kita banggakan itu adalah pembantunya kita ini sudah bule baru, kalau pembatu dirumah saya itu orang amerika orang mana baru kita boleh bangga.
Ini ngirim TKI aja bangga ini jungkir balik, nah itu yang sederhana. Jadi setelah sekian puluh tahun kita proklamasi tidak terjadi koreksi pada struktur ekonomi kolonial bahkan mungkin kondisinya jauh lebih parah dari pada era colonial.

Pertanyaannnya sekarang adalah kok bisa begitu kejadiannya? Siapa yang salah? Apa yang salah? Saya buka dokumen-dokumen sejarah dan ini ketemu lagi hal-hal yang hilang itu sedikit-sedikit ketemu dampaknya saja bahkan misalkan begini  memang benar kita proklamasi 17 Agustus 1945, tetapi dari sejarah kita tahu persis bahwa yang namanya menjadi merdeka itu enggak bisa sepihak, nggak cukup hanya kita punya kemauan menjadi negara merdeka, masyarakat internasional perlu dan pihak kolonial sendiri tentunya perlu atau pihak-pihak lain siapapun jadi gak bisa dipahami hanya kita saja. Dan terbukti dari sejarah setelah kita proklamasi ternyata tidak semua pihak setuju. Bahkan seperi yang kita ketahui setelah 1945 proklamasi 1947-1948  itu segera terjadi agresi pertama dan agresi kedua. Dan ini membuktikan jelas Belanda sendiri belum siap untuk itu.

Akhirnya apa ternyata setelah perang persoalan lalu diselesaikan disebuah konferensi yaitu Konferensi Meja Bundar. Nah saya nggak tau bagaimana ceritanya jalan-jalan ketempat buku loak, nggak nyari maksudnya nyari buku lain, terus ketemu buku rekaman konferensi meja bundar. Saya pelajari, saya buka, dan saya terkejut kok bisa begini ya? Ternyata setelah saya baca buku itu pernyataan di KMB bahwa pengakuan kedaulatan Indonesia oleh PBB itu  nggak geratis. Cukup menyengsarakan beberapa hal yang penting yang berkaitan dengan ekonomi yaitu:
Kita harus mengikuti garis IMF. Itu sudah ada didalam KMB 1949 sudah ada didalam KMB.  IMF itu berdiri 44 kita proklamasi 45 waktu KMB 49 kita dinyatakan bahwa Indonesia harus mengikuti IMF.
Kita harus mempertahankan struktur ekonomi, itu sudah ada ini di KMB.

Bahwa kita harus bersedia  mewarisi hutang-hutang Hindia belanda. Jadi penjajah yang berutang kita yang disuruh membayar. Itu di KMB ada semua. Ini bukan karangan saya, tapi ketika saya baca buka di buku KMB tetapi di buku-buku yang lain ternyata sudah banyak yang mencium bau terjadinya transisi dari kolonialisme kepada neokolonialismemelalui peristiwa KMB itu. Sudah banyak yang mencium bahwa Belada waktu tahun 1949 itu orang sudah bersiap-siap, ok lah kalau upaya yang dilakukan kolonial gak bisa-bisa saya akan bertransformasi melakukan neokolonisme itu sudah banyak yang mencium bau itu.

Cuman kita gak pernah berpikir itu kan? nah akibatnya apa? tahun 49 sampai tahun 1956 kita terus menerus mengangsur impian Belanda. Lalu IMF masuk PBB masuk konsultan alternatif masuk bahkan Fakultas Ekonomi UI berdiri tahun Berapa? Ya itu setelah KMB itu. Jadi bahwa seorang Widjojo Nitisastro masuk Fakultas Ekonomi tahun itu, itu hanya sebuah kebetulan sejarah saja sebetulnya. Dia lulus SMA lalu FE UI berdiri lalu dia masuk.

Sementara sebenarnya FE UI itu didesain dalam konteks itu tadi itu sudah dengan tujuan yang berbeda. Dosen-dosennya masih kebanyakan belanda lalu karena kita pengatur kedaulatan lalu segera juga PBB, IMF masuk, jadi mahasiswa pada waktu itu kuliah 2-3 tahun sudah bisa jadi asisten, jadi dikampus belajar dengan orang Belanda diluar jadi asisten orang Amerika. Hasil awal sebelum bicara terlalu jauh hasil awal dari proses ini adalah pada tahun 55 Widjojo sudah bisa membuat artikel yang mencoba mengevaluasi dan mengoreksi tafsir mengenai pasal 33. dan samapai sekarang dokumen itu tersimpan di............ karena dianggap sebagai sebuah karya penting pada tahun 1955.  Nah jadi jelaskan situasi yang kita pikirkan sekarang itu dulu juga kontroversi, 49, 50, 51, 52 dst-nya itu, kalau kita buka lagi koran jaman itu banyak sekali terjadi keributan, yang kecewa betul dengan KMB, kenapa kita harus banyar utang dan seterusnya.

Buktinya apa? Klimaks dari semua ini terjadi pada tahun 56 ketika kabinet di bawah ........... Harahap secara setia memutuskan untuk membatalkan KMB, ini sebetulnya sebuah revolusi besar tahap dua setelah proklamasi kemudian dicekal oleh seluruh dunia tetapi mencoba untuk merdeka kembali itu tahun 1956. Jadi kita membatalkan KMB 49, kita stop membayar utang-utang Hindia Belanda dan saya kira kita semua tahu kita melakukan nasionalisasi terhadap perusahan-perusahaan belanda. Untuk sekedar menambah pengetahuan kita lebih banyak Bung Hatta berhenti jadi wakil Presiden tahun berapa? Tahun 56.

Yang tanda tangan KMB siapa? Bung Hatta . Saya tidak bicara baik dan buruk ya! Saya tidak melakukan penilaian dalam hal ini tapi perbedaannya lebih kurang begini, bahwa Bung Hatta sadar betul kalau kita melawan pada pihak kolonial pasti kita digebuk dan kita hancur. Maka jika Bung Hatta berkomentar tentang bung Karno, bahwa Bung Karno itu sering punya niat baik tapi hasilnya jelek. Saya kira konteksnya itu bahwa menjadi negara yang merdeka dan berdaulat itu memang baik, tapi kalau misalnya kita harus berhadapan dengan pihak kolonial itu bisa tambah kacau.

Saya kira intinya, konteksnya disitu. Akibatnya adalah memang betul 56 kita stop bayar utang, 56 juga langsung mennasoinalisasi tapi terbukti kemudian 58 gangguan itu sudah mulai datang. Pecah PRRI Semesta dan PRRI saya kira  sudah banyak yang tahu. Tahun 1958 setelah kita ribut-ribut internal sedikit tentang piagam Jakarta dan seterusnya lalu akhirnya bung Karno memutuskan dekrit, kembali ke UUD 45. Lalu setelah itu Bung Karno maju lebih jauh lagi menuntaskan proses kedaulatan itu dengan melakukan merebut Irian Jaya, trikora.

Saya mencoba untuk mengajak sementara jangan melupakan tolong disimpan dulu cerita politiknya aspek militernya dalam Orde Baru. Saya ingin mengajak mencoba untuk mengetahui bahwa kelimaks dari semua proses ini ialah pada 16 Agustus 1965,  Bung Karno menandatangani sebuah undang-undang yang isinya mengakhiri keterlibatan semua modal asing di Indonesia. Jadibukan lagi ngempalng utang, bukan lagi tidak bayar utang tanggung jawab anda, bukan lagi nasionalisasi tapi sudah sampai kepuncaknya bahwa bagaimanapun yang namanya modal asing pasti tetap membawa kepentingan kolonial oleh sebab itu harus segera dihentikan.

Tanggal 16 Agustus 1965 terbitlah undang-undang yang berisi stopnya modal asing. Setelah itu peristiwa penting sebulan kemudian yaitu peristiwa G 30 S PKI. Jadi harus kita letakan dalam konteks, gak  biasa dilihat aktornya siapa,  ini siapa,Angkatan laut, angkatan udara,konplik militer ke Soekarno, sistem gak cukup lagi penjelasan dari segi politik saja harus dilihat secara ekonomi politik bahkan sejarah. Kenapa? Karena begini saya mendapatkan bukti-bukti berikutnya, ada bukti-bukti pra ada bukti-bukti pasca.

Pranya seperi Konperensi Meja Bundar dengan kelimaks keluarnya undang-undang 1965. Pascanya apa? November 1966 terbit tiga undang-undang sekaligus, Agustus 1965, September 1965 kemudian November 1966, terbit tiga undang-undang sekaligus. Undang-undang no.7, undang-undang no.8, undang-undang no.9 tahun 1966. Isinya apa? Undang-undang no.7 sepakat kembali mengansur utang-utang Hindia Belanda. Undang-undang no.8 mendaptar menjadi anggota ASEAN di parlement Bank, undang-undang no.9 mendaptar kembali menjadi anggota IMF dan World Bank.

Soekarno udah terlihat nggak beres itu ya? Kekuatannyanya juga udah copot kan udah ada Supersemar, terus dia sudah menjadi tahanan rumah kali. Dan juga banyak yang nggak tahu karena mungkin gak ngecek sampaai kedetilnya dan sengaja digelapain. Ternyata undang-undang no.1 tahung 1967 mengenai penanaman modal asing itupun yang tandatangan masih Soekarno. Tolong dijelaskan deh gak usah pakai tinggi-tinggi pakai pemikiiran biasa saja. Bagaimana mungkin Agustus 65 mengakhiri modal asing kemudian tiba-tiba november menjadi terbalik-balik semua bahkan lalu Februari 67 mengundang kembali masuknya modal asing. Jelskan peristiwa 30 September apa yang sebenarnya terjadi? Boleh saja ada versi militer ini itu, tapi saya justru mencurigai bahwa semua versi yang selama ini menggema menjelaskan versi 65 justru dengan jelas-jelas berusaha mengaburkan dari pokok masalahnya. Kenapa? Karena telah digeret dari luar pokonya, karena ditarik untuk urusan militer, urusan politik, urusan ini itu dan sebagainya.

Tapi tidak ada yang mencoba meletakkan dalam konteks kolonialisme ekonomi dan kemudian neokolonialisme. Ini penguat saja dari segi tadi, pengembangannya kemudian kebetulan setelah Soeharto berkuasa sebelumnya maka nggak perlu diperebutkan kekuasaan itu, kebetulan satu demi satu Dosen-dosen FE UI yang diterbangkan ke Amerika itu 9 bulan, itu kebetulan apa nggak? Silahkan jelaskan sendiri. Widjoyo berangkat 67 disusul oleh Sadli kemudian disusul Emil kemudian Aliwardana tapi ditengah-tengah sebelum peristiwa itu mereka sudah pulang satu persatu. Sehingga ketika Soeharto resmi tekover kekuasaan mereka sudah ada didalam pemerintahan.

Ini bukti yang lebih kongkritnya Undang-undang PMA jelas-jelas yang diminta menyiapkan drafnya itu adalah Sadli, dan diakui sendiri oleh pihak yang sudah menyelesaikan undang-undang itu bahwa Sadli walaupun sudah Bsc nggak bisa bikin undang-undang, karena nggak diajarkan bikin undang-undang. Akhirnya apa? Dibantulah oleh USAID untuk menyelesaikan undang-undang PMA itu. Yang menariknya adalah yang tanda tangan Soekarno. Jadi  bukan  hanya soal ditandatangan, tapi yang buatin sampai yang menyelesaikan sudah kelihatan.

Jadi saya dengan terpaksa kalau ditanya mengomentari bahwa cita-cita proklamasi dan amanat konstitusi itu tidak kunjung terlaksana itu bukan semata-mata rezim domestik yang bobrok, bukan karena Soeharto, karena militer, karena korupsi, itu nggak cukup.Karena memang pihak yang ingin mengeruk Indonesia itu tidak pernah ingin kita bisa melaksanakan. Dan mereka melakukan itu dengan berbagai macam cara.

Termasuk dengan menentukan atau mengatur proses rekruitmen elit yang berkuasa dinegeri ini itu sudah mereka atur semua.Bahkan karena sudah masuk juga ke unsur Fakultas Ekonomi lalu ke .....bp dan lain sebagainya bahkan sekarang ini pihak kolonial sudah masuk ke  mainted kita.Jadi ibaratnya ginilah cara menjelaskannya itu, kalau dulu kita telpon harus pakai kabel, nonton tv harus tunjuk-tunjuk apa gitu sekarang semua bisa pakai remote, kolonialisme juga berubah.
Inilah yang namanya neokolonialisme yaitu pakai remote kontrol. Skipnya saja yang belum kita masukan melalui proses edukasi, kurikulum pendidikan.Dan celakanya skipnya itu masuk tidak hanya pada para ekonom, karena banyak juga tentara-tentara kita sekolahnya di Westpoint berarti kemasukan skip juga jadi sudah selesai.

Jadi mungkin saja banyak korupsi, saya setuju. Mungkin saja rezimnya gak betul semua benar saja tapi proses rekrutmen elite itu bagian dari paket penguasaan pihak asing terhadap Indonesia.Mereka tidak akan pernah mengijinkan muncul pemimpin yang benar-benar ingin melaksanakan cita-cita proklamasi dan amanat konstitusi. itulah penyebab pokonya.

Bahkan ini saya kaitkan sedikit dengan soal pemilu, begini bahwa setelah 1998 kita melakukan reformasi, kekuasaan Soharto diakhiri, dan lalu kita sekarang menjadi negara demokrasi terbesar, bahkan demokrasi kita melebih-lebihi demokrasi Amerika,pemilihan presiden langsung. Nah mereka senang itu.  Saya sejak awal menolak model demokrasi yang sekarang kita selenggarakan, kenapa?Ini sebenarnya sudah teori lama, dan pak Amir Mahmud menyadari itu Soekaro tahu, Hatta tahu bahkan teksbook-teksbook klasik sudah mengatakan itu, jika disebelah demokrasi politik tidak ada demokrasi ekonomi rakyat belum merdeka.

Dan kata Ganskin Demokrasi liberal hanya akan jadi sarana bagi kaum kapital untuk merebut jabatan-jabatan publik.Soekarno mengalami itu, Hatta mengalami itu, dan mereka sudah mengatakannya sebelum tahun 20-30 mereka sudah nulis itu.

Jadi sekarang ini kita ini tersesat, sama sekali tidak mesti ada hal-hal tertentu merasa bangga hebat kenapa? bukti-biktinya sudah jelas kok dengan model demokrasi seperti ini akibatnya apa?Terjadi proses industri politik, industrialisasi politik. proses politik jadi sangat mahal artinya hanya orang-orang yang punya kapital yang  bisa ikut. Untuk bikin baliho, bikin ini, suap ini, beli kursi, beli nomor urut dan sebagainya.

Akhirnya apa? Kita lihat anggota legislatif didaerah direbut oleh para pengusaha, anggota DPR pusat juga kemasukan pengusaha, Bupati, Walikota Gubbernur, menteri, Wakil presiden juga sudah  pernah pengusaha. Dan andaikatapun presidennya paling tidak sekalipun citranya seolah-olah bukan pengusaha terserahlah bisa militer bisa apa, tapi dibelakang mereka siapa semua?
Saya kira dari cerita sehari-hari kita semua tahu apa yang namanya pilkada, pilpres apa namanya semua. Jadi ibaratnya demokrasi yang kita selenggarakan ini, itu memang hanya mekanisme yang  dilembagakan untuk menjadi jalan/ chanel rekrutmen elit-elit yang condong pada kapitalisme. Kalau diatas sana ada tuan-tuan kapitalisme nah ketemu kan? Ini ibarat kwali ketemu dengan tutupnya. Selesai!.

Dia sudah beli sistem jadi neokolonialisme itu sudah dari sistem jadi orang melihatnya bingung udah nggak jelas lagi, sudah disistem dia.Oleh karena itu kita pusing. Karena apa? Karena alatnya pun sudah diambil sama dia. Dia sudah masukin ke kurikulum, kesilabus, buku-buku itu semua sudah habis.
Maka lalu dalam situasi seperti ini konstitusi menjadi barang asing dan saya kira kita semua tahu bukan hanya kita bisa membuktikan bahwa sejumlah undang-undang terbukti melanggar konstitusi. itu sudah beberapa kali kita buktikan, undang-undang pendidikan, undang-undang migas, undang-undang penanaman modal, bahkan kita tahu pasal 33 itu sendiri sudah pernah dicoba diamandemen.
Jadi ini prosesnya sudah sampai ke jantungnya. Jadi sudah banyak beritanya ada KMB, ada pembantaian massal, ada pelarangan partai, ada penjaliman penguasa, sampai kemudian itu tadi persoalannya belum akan selesai sebelum pasal 33 itu disingkirkan.

Apa sih sebenarnya persoalan pokok cita-cita demokrasi kita ini. Itu persoalannya apa sih?. Satu cerita sederhana saja yang secara tak sengaja ketemu, jadi begini saya suatu ketika waktu itu kebetulan saya jadi staf ahli Mendiknas. Sore hari saya mau ke Jogya dibandara Cengkareng itu ketemu dengan pak Budiono yang sekarang menjadi wakil presiden, pas ketemu dibandara dia bilang mas anda itu bisa kesasar di diknas itu gimana? Karena anda itu bagian filsafat tapi tiba-tiba jadi ngurusin pendidikan? Saya kaget terus saya bilang pak pendidikan itu kan ada filsafatnya juga. oh gitu ya. Jadi pak Budiono itu gak tahu ya dikiranya filsafat itu hanya badan, gak tahu kalau filsafat itu juga mengurusi sosial, budaya dan ekonomi, padahal dia Bsc lulusan Amerika.

Selang seminggu kemudian kebetulan saya mengikuti konferensi pendidikan di Denmark dan Irlandia kemudian habis itu kita ke Inggris London ada jamuan makan, saya ketemu dengan temannya pak Budiono ini, Dosen di SOA di  London, namanya Bu Endos yang bukunya dulu cukup populer secara luas beredar adalah ekonomi orde baru. Sambil makan kemudian saya ceritakan cerita lucu waktu ketemu pak Budiono itu, dan saya tanyakan Bu apa memang ekonom itu gak tau saya bilang kalau di diknas itu juga ada filsafat pendidikan? Dan seorang Frofesor di London, bukan orang Indonesia lagi dan bukan orang kaki lima lagi ya itu marah, mukanya merah, benar gak ada itu filsafat pendidikan itu kerjaan orang-orang komunis saja katanya.

Jadi jelas ya masalah ya? Jadi kita gak heran kalau pak Budiono itu gak tahu. Karena dalam pandangan mereka lain, persepsinya beda sama sekali. Bertolak belakang betul dengan apa yang tercantum dalam konstitusi bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak dan itu gak ada dalam pemikiran mereka, pakir miskin dan anak terlantar itu gak ada.  Dalam pikiran mereka, itu bertentangan dengan kepentingan pihak kolonial pasal-pasal kaya begitu itu. Belum lagi pasal 33 ayat 2 perusahaan-perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, itu gak ketemu semua, itu bertentangan semua dengan kepentingan kolonialisme.

Jadi saya kira kalau sudah seperti itu, tadi juga saya sempat ngomong dengan teman jurnalis yang sempat tanya begini: sebenarnya dalam situasi seperti ini apa yang perlu perlu kita lakukan? Jawabnya sederhana kok, orang kalau terjajah no satu apa yang dikerjakan? Merdeka dulu kan?. Bukan menunggu perbaikan ekonomi, memerangi inflasi, menurunkan suku bunga atau menambah utang, wah tambah kacau nanti dan bukan pemilu juga tapi merdeka dulu. Jadi yang paling kita butuhkan sekarang ini adalah bagaimana merebut kembali kemerdekaan yang hilang itu, menyempurnakan proses merdeka itu. Lebih spesifiknya bagaimana kita merdeka dalam bidang ekonomi, dan ini sebenarnya kata kuncinya. Dan detailnya tentu saja banyak apakah dalam konteks utang, konteks pertambangan, konteks ini itu, IMF, World Bank dan macam-macam, tapi yakin dan percaya dengan saya musuh yang kita hadapi dalam melaksanakan ini bukan hanya rezim yang berkuasa, bukan hanya elit politik lokal maupun domestik. Yang kita hadapi jaringan kapital internasional  yang kita sebut neokapitalisme itu. Mungkin itu saja sebagai pengantar diskusi ini dan mudah-mudahan tidak membuat kita jadi pesimis atau frustasi dan saya kesini tidak bermaksud menyebar pesimisme tetapi yang ingin saya nyatakan adalah kalau memang kita betul-betul dan serius ingin merubah keadaan dan perbaikan kehidupan rakyat dibutuhkan keberanian, kemauan untuk mengorbankan bahkan nyawa sekalipun. Kalau nggak tidak akan terjadi perubahan apa-apa.
Terimaksih, Wassalammualaikum Wr  Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar