Pernyataan mantan kepala staf TNI Angkatan Darat (AD) Jendral (purn)
Ryamizard Ryacudu beberapa tahun lalu soal adanya 60 ribu agen asing di
Indonesia mendapat konfirmasi pemerintah. Staf Ahli Menteri Pertahanan
Mayjen TNI Hartind Asrin menjelaskan, meski pernyataan tersebut hanya
berbentuk opini publik, namun bukan berarti data itu tidak valid. "Boleh
jadi jumlah mereka mencapai angka tersebut. Kita semua harus waspada,"
ujar Ryamizard, Senin, 27 Mei 2013.
Untuk penanganan intel
tersebut, Hartind menegaskan, 'bola' ada di tangan Badan Intelijen
Nasional (BIN). Sedangkan, pemerintah hanya sebatas membuat kebijakan.
Tidak hanya itu, dia menjelaskan, media juga bisa berperan untuk
membantu pengungkapan keberadaan agen asing ini. Menurutnya, mereka
menggunakan beragam profesi seperti wartawan, peneliti, pejabat hingga
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Direktur kontra
terorisme dan sparatisme, Pusat HAM Islam Indonesia (PUSHAMI), Muhammad
Yusuf Sembiring, SH, MH menyatakan sudah sejak lama Indonesia jadi
target asing untuk dikuasai. Maka tak heran jika puluhan ribu intelijen
asing ada di negeri ini. Yusuf juga mengingatkan, dampak operasi
intelijen asing begitu berbahaya. Untuk itu harus ada sikap tegas
terhadap para intel asing tersebut. Dampaknya tentu mereka akan
mengincar untuk menguasai sumber daya alam. Lalu isu-isu lain seperti
terorisme itu termasuk dalam agenda intelijen asing. Lalu isu Narkoba
juga demikian. Bahkan isu kesehatan, kita tadinya tidak pernah ada flu
burung, tiba-tiba ada sejumlah orang yang mati karena flu burung,”
tandasnya.
Indonesia Sudah Diobok-obok
Intelijen Asing
Timor-Timur terlepas dari NKRI, Sipada Ligitan dicaplok Malaysia,
gejolak di Aceh oleh sparatis GAM, gejolak di Papua oleh OPM, konflik
Ambon, konflik Poso dan deretan kasus-kasus sparatis lainnya yang
merongrong kedaulatan negara. Di bidang ekonomi nilai rupiah semakin
terpuruk. Harga sembako naik. Minyak tanah langka dipasaran. Terigu,
kedelai hingga daging harganya terus naik. Minyak goreng juga setiap
saat bisa terus merangkak naik. Di bidang ekonomi nilai rupiah semakin
terpuruk. Harga BBM dan sembako naik. Harga tepung, kedelai, daging
hingga buah-buahan terus naik. Listrik juga setiap bulan terus
merangkak naik. Kemunculan ajaran-ajaran sesat yang memicu konflik,
pertikaian antar kelompok agama, serta munculnya ulama/dai baru dalam
masyarakat yang gemar memamerkan kekayaannya dan membuat harta sebagai
bahasa dakwahnya. Para pejabat korup dibiarkan bebas beraksi bahkan
cenderung dilindungi untuk konsumsi kampanye kelompok politikus tertentu
yang didukung pemerintah asing. Negara-negara asing selalu khawatir
jika Indonesia semakin besar dan kuat. Mereka berupaya menjadikan negeri
ini kerdil, negeri yang rakyatnya rendah diri. Mereka takut jika
Indonesia besar akan menjadi ancaman bagi mereka. Hal ini tidak terlepas
dari jasa para penghianat anak negeri ini yang mengutamakan gaji dan
penumpukan harta mereka dibanding kesejahteraan bangsanya.
Intelejen
Singapura yang membonceng agen-agen intelejen Zionis-Israel juga masuk
ke negeri ini. Mereka banyak melatih intelejen Indonesia. Bahkan
Singapura meminta tempat di Baturaja Sumsel sebagai tempat latihan
berperangnya. Kekuatan Islam di Indonesia menjadi sasaran mereka untuk
dipecah belah. Bersama intelejen Amerika mereka memasuki
kelompok-kelompok Islam yang akhirnya memunculkan banyak ajaran-ajaran
sesat di dalam Islam. Pendek kata, Indonesia saat ini sedang diaduk-aduk
oleh para intelejen asing dengan kepentingan mereka masing-masing.
Celakanya lagi, pergerakan intelejen asing ini menggunakan kaki-kaki
orang Indonesia sendiri. Dengan kata lain, saat ini ribuan warga
Indonesai sudah menjadi mata-mata intelejen asing. Ironis sekali!
Demikian yang ditulis dalam blog Jaringan Intel Indonesia atau dikenal
j-sebelas.
Pengawasan Intelijen Asing
Pengakuan
Kementerian Pertahanan soal adanya operasi intelijen asing di Papua
mendapat respons dari parlemen. Anggota Komisi I DPRRI Nuning Kertopati
menjelaskan, bekal data tersebut harus dimanfaatkan oleh intel negara
memperketat pengawasan. Terlebih, adanya eskalasi ancaman di daerah
konflik seperti Papua. "Maka pengawasan perlu ditingkatkan,"ujarnya,
Senin (27/5/2013)
malam. Menurutnya, intelijen asing biasanya datang ke satu negara dengan cara
pengelabuan.
Hal tersebut juga berlaku untuk para agen asing di Papua. "Misalnya
intelijen asing di Papua bisa saja berkedok agama, bisnis atau pun
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masih banyak lagi," jelasnya. Dia
mengungkapkan, intelijen negara memang seharusnya dapat mengidentifikasi
keberadaan mereka. Kemudian, mengelola informasi tersebut dengan cara
meningkatkan komunikasi dengan pemuka agama atau adat budaya setempat.
Sehingga, bentuk gerakan separatis atau terorisme bisa dicegah.Istana Diminta 'Berbicara' dengan Sandi
Istana
Kepresidenan diminta untuk menggunakan sandi negara agar pembicaraan di
Istana tak disadap oleh pihak asing. Anggota Komisi I DPRRI Saifullah
Tamliha
menjelaskan, tidak ada yang bisa menjamin kalau istana
tidak steril dari agen intelijen asing. Oleh karena itu, ujarnya, di
istana seharusnya dipasang sandi negara agar pembicaraan di istana tidak
bisa disadap oleh pihak asing, terutama AS dan Israel.
Dia pun mengimbau kepada pemerintah untuk segera membuat Rancangan
Undang-undang
(RUU) tentang kerahasiaan negara. Menurutnya, RUU tersebut dapat
menjadi landasan hukum agar pemerintah dapat menindak agen-agen asing.
"Pemerintah harus bersikap tegas kepada agen asing agar mereka tidak
mudah memata-matai Tanah Air," katanya, di Jakarta, Senin (27/5/2013). Harus Berani Tangkap Agen Asing
Anggota
Komisi I DPR RI Saifullah Tamliha mengatakan, pemerintah harus berani
menangkap agen-agen intelijen asing yang berkeliaran di Indonesia. Agen
asing yang ditangkap harus dipublikasikan. "Publikasi perlu dilakukan
sebagai shock terapi bagi negara yang mengirimkan agen-agennya tersebut
ke Indonesia. Sehingga mereka malu mengirimkan agennya ke Indonesia
lagi," ujar Saifullah di Jakarta, Senin (27/5/2013).
Agen
intelijen asing yang ditangkap, terang Saifullah, sebelum dideportasi
harus diselidiki dulu, informasi apa saja yang mereka peroleh, apa saja
yang mereka kerjakan selama menjadi mata-mata di Indonesia. "Indonesia
harus mendapatkan data-data yang mereka ambil dulu," terangnya.
Kementerian Pertahanan sebelumnya menyebut adanya aktivitas intelijen asing
yang
terendus di Papua. Mereka tinggal di Papua dengan 'menyamar' dengan
berbagai profesi, seperti aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
wartawan
dan peneliti.
Bom Bali Rekayasa Intel Asing, Diduga CIA Susupi Kelompok Islam
Kasus
peledakan bom Bali yang menewaskan lebih 180 orang dinilai sebagai
rekayasa intelijen asing dalam sebuah skenario besar. Amrozy (alm)
sendiri disebut-sebut sebagai agen yang dikorbankan dalam peristiwa
tersebut. Terlalu mengada-ada jika disebut Amrozy sebagai aktor
intelektual dalam tragedi Bali.
Adanya peran "aktor
intelektual" dalam kasus Bom Bali sangat kental. Bahkan kalau ada
tuduhan AS merekayasa kasus bom di Bali, kami dapat membenarkan adanya
tuduhan itu," kata anggota Komisi I Permadi SH dalam Raker Komisi I
dengan Kapolri Jenderal Pol Da'i Bachtiar di Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Demikian
pula Aisyah Aminy menyambut baik keberhasilan Polri mengungkap kasus
bom di Bali, namun yang lebih penting adalah aktor intelektualnya. "Kita
hendaknya menitik beratkan siapa yang merekayasa kasus ini sehingga
kelompok-kelompok Muslim harus 'dihabisi'," katanya. AM Luthfi
mengatakan berdasarkan pengamatan dan kecepatan Polri mengusut kasus bom
Bali, tampak Polri mendapat tekanan dari pihak asing. "Tekanan dari
luar itu disampaikan Daniel S Lev di Australia bahwa AS dan Australia
ingin kampanye anti-terorisme didukung Indonesia," katanya.
Kesaksian Seorang Mantan Intelejen Asing di Indonesia
Pengakuan
mantan Kapten USAF (AU Amerika Serikat) Jerry Duance Gray yang kini
membelot ke Indonesia dan menjadi aktifis anti Chemtrail (perang senjata
biologis Amerika Serikat), penulis buku Dosa-dosa Media Amerika,
Demokrasi Barbar Ala Amerika, Deadly Mist dsb) banyak menceritakan
tentang operasi intelejen asing di Indonesia, serta dosa-dosa apa yang
sudah dilakukan Amerika Serikat kepada orang-orang di Indonesia,
diantaranya program imunisasi balita, pasangan pengantin & calon
jemaah haji di Indonesia untuk melemahkan (dengan memasukan materi haram
& virus-virus yang akan aktif menyerang antibody yang diaktifkan
dengan gelombang elektromagnetik (HAARP) menjadi kanker ganas (penyebab
kenapa 30% dokter Amerika menolak anaknya divaksin imunisasi)), vaksin
Haji, vaksin pengantin, penyebaran virus flu burung melalui udara
(Chemtrail), virus AIDS, virus kuku & mulut, virus sapi gila dan
aneka jenis peracunan kesehatan lainnya. Jerry juga banyak mengungkapkan
peran AS dalam campur tangan pada politik di Indonesia semisal
peristiwa G30S/PKI, Reformasi Mei 1998 hingga kasus-kasus korupsi yang
kini ramai di Indonesia adalah ulah kegiatan agen-agen intel asing yang
banyak menyusup dalam jajaran birokrasi, anggota parlemen, wartawan,
media masa, peneliti, dosen, pelajar hingga preman-preman yang direkrut
dan dilatih oleh agen-agen seniornya dalam susunan hirarki komando
pyramida.
Pemakaian gas saraf yang disebarkan melalui
udara dibenarkan oleh Jerry ketika mengikuti misi USAF menebarkan virus
flu burung di langit Jakarta hingga penyebaran gas saraf penyebab rasa
kegelisahan, ketakutan, tidak sabar, rendah diri, mual, insomnia (susah
tidur) dan mimpi buruk, nafsu birahi tinggi, mandul, stress, rasa lapar
berlebihan dan gangguan kejiwaaan lainnya (pelupa, kegilaan dan
kerakusan). Game-game online yang kini merebak dikalangan anak-anak,
remaja, mahasiswa juga hasil sukses agen intelejen asing dalam usaha
membodohkan, merangsang ketidakpedulian sosial, semakin lemah fisiknya,
daya juang rendah, tidak berguna, miskin dan hidup ketergantungan dengan
bangsa lain. Inilah penyebab Indonesia bukan menjadi target perang
fisik bersenjata karena cukup dengan perang intelejen dan senjata
biologis, serta dibantu kerakuasan harta rakyat Indonesia sudah sangat
efektif dan murah membuat Indonesia keok duluan sebelum berperang fisik.
Sumber:
ww.voa-islam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar