Kebutuhan
BBM Indonesia kurang lebih sebanyak 1,5 juta Barel Per Hari (BPH).
Volume impor BBM meningkat sejak 2010 dikarenakan produksi 79 Blok Migas
yang terus menurun. Sebagai latar belakang, Indonesia saat ini memiliki
263 blok minyak bumi dan gas bumi (migas). Jumlah ini akan terus
bertambah seiring dengan eksplorasi-eksplorasi baru. Dari 263 blok Migas
yang dimiliki Indonesia saat ini, sebanyak 79 Blok Migas sudah
produksi. Sedangkan sisanya 184 Blok Migas masih dalam tahap eksplorasi.
Dari
79 Blok Migas milik Indonesia yang sudah produksi, sekitar 55 Blok
Migas (70%) dikelola oleh perusahaan migas asing berskala global. Sebut
saja, Chevron, Total, Inpex, ExxonMobil, Petronas, Petrochina, CNOOC,
Santos, British Petroleum, Hess, Stat Oil, Eni dan sebagainya
Berikut daftar produksi 79 Blok Migas dan kekurangannya (impor) :
2010 : Produksi 954.000 Barel Per Hari (BPH). Impor 550.000 BPH.
2011 : Produksi 898.000 Barel Per Hari (BPH). Impor 600.000 BPH.
2012 : Produksi 861.000 Barel Per Hari (BPH). Impor 650.000 BPH.
2013 : Produksi 827.000 Barel Per Hari (BPH). Impor 700.000 BPH.
Faktanya,
peningkatan impor minyak / BBM dikarenakan menurunnya produksi 79 Blok
Migas. Bahwa importir diuntungkan karena adanya kenaikan permintaan
impor, itu benar. Tapi bukan seperti yang dituduhkan Jokowi – JK bahwa
impor minyak / BBM meningkat karena permainan importir. Justru yang
harus ditanyakan adalah kenapa produksi 79 Blok Migas itu menurun.
Apakah ada permainan para kontraktor migas asing yang sengaja menurunkan
produksinya untuk tujuan tertentu?
Jangan
lupa, pada 2015 – 2021 ada 28 Blok Migas yang akan habis kontrak.
Berikut daftar 28 Blok Migas yang akan habis masa kontraknya antara 2015
– 2021
2015
Pertamina – Costa di Blok Gabang
2017
Total EP – Inpex di Blok Mahakam
Pertamina di Blok Offshore North West Java (ONWJ)
Inpex di Blok Attaka
Medco di Blok Lematang
2018
Pertamina – Petrochina di Blok Tuban
Pertamina – Talisman di Blok Ogan Komering
ExxonMobil di Blok North Sumatera Offshore (NSO) B
ExxonMobil di Blok NSO Extension
CNOOC di Blok Sumatera Tenggara
Total EP di Blok Tengah
VICO di Blok Sanga-Sanga
Chevron di Blok Pasir Barat (West Pasir) dan Attaka
2019
Kalrez Petroleum di Blok Bula
Citic di Blok Seram Non Bula
Pertamina – Golden Spike di Blok Pendopo dan Raja
Pertamina – Hess di Blok Jambi Merang
2020
Conoco Phillips di Blok South Jambi B
Kondur Petroleum di Blok Malacca Strait
Lapindo di Blok Brantas
Pertamina – Petrochina di Blok Salawati
Petrochina di Blok Kepala Burung Blok A
Energy Equity di Blok Sengkang
Chevron di Blok Makassar Strait Offshore A
2021
CPI di Blok Rokan
Kalila di Blok Bentu Segat
Petronas di Blok Muriah
Petroselat di Blok Selat Panjang
Pemerintah RI tentu punya 2 pilihan menghadapi adanya 28 blok migas yang akan habis kontrak :
Tidak perpanjang dan harus segera siapkan kontraktor migas baru yang siap produksi penuhi kebutuhan BBM dalam negeri.
Perpanjang dan memberikan kontrak blok tambahan kepada kontraktor yang ada agar produksi terpenuhi.
Pemegang
konsesi 28 blok migas dimana lebih dari 20 blok migas itu adalah asing,
tentu berharap perpanjangan kontrak. Wajar apabila para kontraktor di
28 blok migas itu sengaja menurunkan produksinya. Penurunan produksi
migas yang disengaja, akan mendesak pemerintah perpanjang kontrak.
Faktanya, penurunan produksi migas hanya memiliki 2 solusi :
Penurunan produksi diselesaikan dengan tingkatkan impor.
Penurunan produksi diselesaikan dengan perpanjang kontrak migas yang ada dan berikan blok baru kepada kontraktor yang sudah ada.
Para
kontraktor di 28 blok migas yang akan habis kontrak tentu akan menyukai
opsi kedua. Wajar jika kemudian asing-asing ini sengaja menurunkan
produksi migas dan menyerang importir. Karena sasaran asing-asing ini
adalah memperpanjang kontrak.
Kira-kira begini alurnya :
Pada 2015 – 2021 ada 28 blok migas habis kontrak.
Para kontraktor turunkan produksi untuk tekan pemerintah soal perpanjangan kontrak dan dapatkan blok tambahan.
Solusi jangka pendek pemerintah hadapi penurunan produksi dengan tingkatkan impor.
Importir diserang isu mafia migas agar pemerintah tidak fokus impor, tapi perpanjang kontrak dan pemberian blok tambahan.
Pertanyaannya
kemudian, kenapa Jokowi – JK menyalahkan importir migas terkait
penurunan produksi migas? Apakah ada yang disembunyikan terkait 28 blok
migas yang akan habis kontrak?
Solusi
yang juga ditawarkan Jokowi – JK untuk menghadapi Mafia Migas adalah
mencabut Subsidi BBM. Benarkah pencabutan subsidi BBM semata-mata
bertujuan menghantam Mafia Migas? Ataukah ada motif bisnis juga di balik
pencabutan Subsidi BBM?
Perlu
diketahui, kebutuhan BBM Premium di Indonesia sebanyak 30 juta
Kiloliter (KL). Kemampuan produksi Pertamina untuk BBM Premium hanya 12
juta Kiloliter (KL). Kemampuan produksi Pertamina untuk BBM Pertamax
hanya 1 juta Kiloliter (KL).
Dan
perlu juga diketahui, tanpa subsidi, harga BBM Premium akan berkisar di
Rp 10.000/liter. Selisih harga BBM Premium dengan Pertamax jika tak ada
subsidi hanya berkisar Rp 300 – 500/liter. Artinya, sebagian pengguna
BBM Premium akan cenderung memilih BBM Pertamax jika tidak ada Subsidi.
Padahal,
kemampuan produksi Pertamina untuk BBM Pertamax hanya sebanyak 1 juta
Kiloliter (KL). Artinya, pencabutan subsidi BBM Premium adalah peluang
bagi BBM asing sekelas Pertamax. Anggap dari 30 juta Kiloliter konsumsi
BBM Premium, sebanyak 15 juta Kiloliter (50%) beralih ke Pertamax.
Pertamina tak akan mampu penuhi demand Pertamax sebanyak itu.
Merek-merek BBM asing seperti Shell, Total, Chevron, Petronas, dan
sebagainya akan sangat menyukainya. Merek-merek BBM asing akan sangat
diuntungkan jika subsidi BBM Premium dicabut dan terjadi migrasi
konsumsi ke Pertamax.
Saat
ini, sebanyak 40 perusahaan asing telah mengantongi izin mendirikan
SPBU merek asing di Indonesia. Masing-masing perusahaan asing itu
memiliki hak mendirikan 20.000 SPBU merek asing. Artinya, apabila
Subsidi BBM Premium dicabut, akan ada 800.000 SPBU merek asing siap
berdiri di Indonesia. Jumlah yang wajar untuk antisipasi migrasi
besar-besaran konsumsi BBM Premium ke BBM kelas Pertamax.
Dari
sini bisa kita lihat, bahwa di balik isu Mafia Migas ala Jokowi – JK,
ujung-ujungnya adalah membuka keran asing ke BBM dalam negeri.
Tuduhan
bahwa Petral memonopoli impor BBM yang menguntungkan importir hanyalah
cara lain mengembalikan Mafia Migas yang sesungguhnya. Faktanya,
pembubaran Petral akan sangat menguntungkan bagi kelompok mafia migas
Ari Soemarno, Raden Prijono dan politisi PDIP Effendi Simbolon.
Tuduhan
bahwa segelintir importir sangat diuntungkan dengan adanya Subsidi BBM
hanyalah cara lain membuka keran migas asing ke BBM dalam negeri.
Faktanya, pencabutan Subsidi BBM akan sangat menguntungkan bagi rencana
40 produsen migas asing buka 800.000 SPBU kelas Pertamax.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut