ads

Jumat, 11 Juli 2014

Bagaimana Cara Lembaga Survey Merekayasa Quick Count?

1. Pilihlah 2000 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang Anda tahu persis akan menghasilkan nama Capres X lebih unggul dari Capres Y. Dari mana Anda tahu Capres X yang akan menang di TPS tertentu? Karena Anda sering atau pernah melakukan survei di wilayah tersebut!
2. Pilihlah 2000 Pekerja Lapangan atau orang yang akan melaporkan hasil dari 2000 TPS tersebut ke Lembaga Quick Count yang Anda miliki.
3. Mintalah seluruhnya (2000 Pekerja Lapangan itu) atau sebagian besar (misal setengahnya atau 1000 Pekerja Lapangan) melaporkan hasil dari 1 TPS kepada lebih dari 1 Lembaga Quick Count, misal Lembaga A. B, C, D, E. Akibatnya: Quick Count di Lembaga A, B, C, D, E hasilnya akan kurang lebih sama.
4. Pikirkanlah bahwa ada beberapa Lembaga Quick Count yang sebetulnya ada di bawah satu Manajemen (semacam Afiliasi atau Sister-Company), jadi data dari lapangan sebenarnya sama, hanya nama Lembaga Quick Count yang mengumumkannya akan kelihatan lebih dari satu (bisa dua atau tiga).
5. Umumkankanlah beberapa hari sebelum Pilpres bahwa: “Kami akan menang, kecuali ada kecurangan!”
6. Umumkanlah pada hari Pilpres, sekitar jam 15 siang, di beberapa stasiun TV bahwa berdasarkan hasil dari 5 sampai 8 Lembaga Quick Count, Pemenang Pilpres adalah Capres X. Misalnya, dengan selisih suara 52 % lawan 47 %.
Jangan lupa 'tambahkan klaim' bahwa 8 Lembaga Quick Count ini paling Kredibel. Padahal, ambil contoh saja pada Pemilukada Jatim 2008, hampir semua Quick Count berbeda dengan Real Count/ Hitung Manual.
7. Nyatakanlah segera: ayo berkumpul jam 16 sore sampai malam untuk merayakan “Kemenangan Rakyat” dengan jumlah massa besar di Bundaran HI atau Tugu Proklamasi!
8. Lakukanlah semacam Ancaman: Jika hasil Hitung Manual KPU berbeda dengan Quick Count 5 sampai 8 Lembaga yang Kredibel ini, maka itu berarti Capres X dicurangi atau KPU sedang di bawah tekanan!
9. Aturlah juga bersama Pihak-Pihak Investor Besar dan Kepentingan Asing untuk memperkuat Nilai Tukar Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan, sehingga kelihatan bahwa Dunia Internasional mengawasi dan menyambut gembira hasil Quick Count!
Mengapa?, karena sebetulnya sebelum kampanye Pilpres dimulai, pihak Investor Besar dan Kepentingan Asing sudah berkali-kali menyatakan: "kalau Capres X menang maka Nilai Tukar Rupiah akan menguat dan Harga Saham akan naik sekian-sekian. Sebaliknya kalau Capres Y yang menang, maka Nilai Tukar Rupiah akan melemah, Harga Saham turun, dan ekonomi Indonesia akan memburuk".
Bapak, Ibu, dan rekan Mahasiswa yang baik. Perhatikanlah latar belakang Lembaga-Lembaga Quick Count yang mengumumkan hasilnya. Apakah mereka dari dulu memang sudah mempromosikan Capres X? Baik melalui medianya. Atau karena kepentingan Ideologis. Atau karena didukung dana Pengusaha tertentu.
Atau bahkan pada Lembaga yang sama (melalui Divisi Konsultan Politiknya) sedang menjadi Tim Sukses Capres X! Bahkan Pimpinan sebuah Lembaga Quick Count itu sudah pernah dilaporkan ke Bawaslu karena menyatakan “Tidak boleh Capres Y terpilih” sambil dia membagi-bagikan uang kepada publik.
Sekarang, kami yakin, Bapak & Ibu serta rekan-rekan sudah paham bahwa Quick Count itu bisa direkayasa demi kepentingan pihak-pihak tertentu, seperti: Investor Besar, Kepentingan Asing, Media dengan Ideologi Tertentu dan sebagainya. Tapi kita tetap harus DAMAI, dan tenang. Kita harus mendesak semua Lembaga Quick Count membuka Metodologi serta TPS sampel dan Pekerja Lapangannya dalam Sidang Terbuka untuk Publik. Sambil kita tetap menunggu Hasil Hitung Manual KPU 22 Juli dengan damai!
Kesimpulan: TIDAK BENAR bahwa jika Hitung Manual KPU berbeda dengan 5 sampai 8 Lembaga Quick Count maka itu selalu berarti “Rakyat Dicurangi” atau “KPU di bawah Tekanan”!
YANG BENAR TERJADI adalah: Kita semua yaitu Rakyat dan KPU, sudah berhasil mempertahankan diri dari Intervensi Asing atau Ideologi tertentu!
Lalu sampai kapan Anda bangga dibodoh-bodohi bisnis lembaga survey? Apakah orangtua anda menyekolahkan anda untuk menjadi orang bodoh? Jawabnya pasti tidak.

Strategi Pencitraan Terbalik

Hal yang perlu diwaspadai  untuk meraih simpati para pemilih, selain dengan “politik pencitraan” ada pula yang melancarkan “politik dizolimi” alias strategi play victim atau strategi memfitnah diri sendiri yakni strategi “menyakiti diri sendiri dan kemudian menyalahkan orang lain sebagai pelakunya”

Strategi Play Victim adalah seolah-olah dirinya sebagai korban yang selalu di dzolimi, ditindas, mau dibunuh, minoritas, tidak berdaya dan membuat seakan-akan mereka orang yang paling menderita di muka bumi ini sehingga dia akan mendapat simpati orang lain yang kasihan sama dia.

Tujuan lain Play victim adalah mengarahkan opini orang lain agar menyalahkan seseorang atau suatu kelompok yang seakan-akan menjadi penyebab dibalik semua kemalangan si tokoh player victim yang seakan-akan dia orang baik yang tertindas orang jahat.

Saat orang bersimpati kepadanya, dia akan membuat pengembangan sebesar-besarnya dan sebebas-bebasnya bahkan melakukan pelanggaran hanya untuk mencapai tujuannya. Tentu saja hal ini tidak akan dicurigai oleh orang-orang yang bersimpati kepadanya, karena dia selalu dianggap orang baik yang jadi korban.

Kita jangan lupa untuk mewaspadai Zionisme hingga akhir zaman sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Abdurrahman dari Suhail dari ayahnya dari Abu Hurairah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Kiamat tidak terjadi hingga kaum muslimin memerangi Yahudi lalu kaum muslimin membunuh mereka hingga orang Yahudi bersembunyi dibalik batu dan pohon, batu atau pohon berkata, ‘Hai Muslim, hai hamba Allah, ini orang Yahudi dibelakangku, kemarilah, bunuhlah dia, ‘ kecuali pohon gharqad, ia adalah pohon Yahudi’.” (HR Muslim 5203)

Sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/04/28/catatan-buat-capres/ bahwa siapapun penguasa negeri yang mengusik kaum Yahudi atau yang kita kenal sekarang Zionis Yahudi maka mereka akan terkena “gempuran”.

Salah satu “gempuran” adalah melalui kekuatan media massa yang telah mereka kuasai.

Protokol Zionis yang ketujuh,

“Kita harus memaksa pemerintahan bukan-Yahudi untuk menerima langkah-langkah yang akan meningkatkan secara luas rencana yang telah kita buat yang telah kian dekat dengan tujuannya dengan cara meletakkan tekanan pada pendapat umum yang telah kita agendakan yang harus didorong oleh kita dengan bantuan apa yang dinamakan ‘kekuatan besar’ pers. Dengan sedikit perkecualian, tak perlu terlalu dipikirkan, kekuatan itu telah berada dalam genggaman kita”.

Protokol Zionis yang kelimabelas

…Dibawah pengaruh kita, pelaksanaan hukum kaum non_yahudi harus dapat diredusir seminim mungkin. Penghormatan kepada hukum harus dirongrong dengan cara interpretasi sebebas mungkin sesuai dengan apa yang telah kita perkenalkan pada bidang ini. Pengadilan akan memutuskan apa yang kita dikte, bahkan dalam kasus-kasus yang mungkin mencakup prinsip-prinsip dasar atau isu-isu politik melalui jalur pendapat surat kabar dan jalur lainnya.

BIN: Rakyat Jangan Terpengaruh Intervensi Asing

Sumber: http://www.wartabuana.com/detail.php?id=44170

***** awal kutipan *****
JAKARTA, WB – Banyak pihak menyimpulkan adanya intervensi pihak asing dalam proses Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.

Untuk mengantisipasi  kemungkinan terburuk, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman menghimbau masyarakat mewaspadai pemberitaan menyesatkan oleh jurnalis asing.

Beberapa hari jelang pemungutan suara, menurut Kepala BIN, mulai beredar isu-isu dan rumor yang mendiskreditkan Aparatur dan Lembaga negara, serta mengarah pada upaya adu domba antar kelompok masyarakat. Isu ini disebarkan oleh oknum jurnalis asing.

"Sehubungan dengan masih adanya berita-berita di beberapa media yang mengait-kaitkan BIN dengan isu ketidaknetralan, money politic dan adanya pernyataan jurnalis asing  tentang operasi rahasia Kopassus dan BIN untuk mempengaruhi hasil Pemilu, saya menegaskan bahwa itu sama sekali tidak benar dan sangat menyesatkan," kata Kepala BIN dalam rilis yang diterima wartabuana.com, Senin (7/7/2014).

BIN menegaskan, seharusnya apa yang disampaikan pihak penyebar berita harus berdasarkan bukti nyata, bukan berdasarkan asumsi, rumors yang diangkat menjadi komoditas isu bagi kepentingan tertentu. “BIN menghimbau seluruh masyarakat untuk tidak begitu saja mempercayai isu-isu yang akan merugikan,” tegas Marciano.

"Mari kita songsong hari pemungutan suara dengan damai dalam suasana yang menyejukkan.  Silahkan memilih pemimpin yang diyakini mampu membawa bangsa ini menuju masa depan Indonesia yang lebih baik dari waktu-waktu sebelumnya," tambahnya.

Agar Pilpres berjalan sesuai harapan seluruh rakyat Indonesia, Marciano mengesakan, seharusnya KPU dan Bawaslu perlu mendapat dukungan agar mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.  Untuk masalah keamanan, lanjutnya, percayakan kepada TNI/Polri yang sudah mengantisipasi dan mempersiapkan segala sesuatunya, untuk menjamin terlaksananya Pilpres yang aman dan damai.

Keterlibatan pihak asing juga menjadi perhatian dan catatan Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID). Menurut  Direktur Eksekutif NCID Jajat Nurjaman, Pilpres kali ini sarat intervensi asing. Berbagai upaya dilakukan oleh orang asing di Indonesia dan di luar negeri untuk memenangkan pasangan Jokowi - JK.

“Selama dua bulan terakhir, saya monitor dan terus kumpulkan bukti intervensi asing di Pemilu Presiden 2014. Ini membuktikan bahwa yang terjadi bukanlah spontanitas, tetapi terkoordinasi dengan baik oleh sebuah kekuatan besar. Mereka benar-benar tidak ingin Prabowo jadi Presiden RI menggantikan SBY” ungkap Jajat, Selasa (8/7/2014).

Berikut indikasi intervensi asing dalam Pilpres 2014 versi NCID:

1) Pernyataan keberpihakan dari Majalah TIME dan Majalah The Economist. Kedua majalah ini secara terbuka mengatakan bahwa Prabowo tidak boleh sampai jadi Presiden RI.

 2) Kemunculan penulis asal Amerika Allan Nairn dengan tulisan yang memojokkan Prabowo. Di kalangan diplomat Indonesia, Allan dikenal memiliki rekam jejak menulis berita palsu tentang TNI. Mantan Duta Besar Indonesia untuk AS Dino Patti Djalal mengatakan “dia (Allan Nairn) sejak dulu selalu mencari peluang untuk memecah belah Indonesia.”

 3) Adanya intimidasi kepada WNI yang hendak memilih di depan KJRI Perth, Australia oleh WNA yang mengkampanyekan kemerdekaan Papua. Mereka meminta WNI untuk memilih Joko Widodo dan mengatakan hanya orang bodoh yang memilih Prabowo. Tercatat beberapa WNI yang tinggal di Perth melaporkan kejadian ini melalui media sosial.

 4) Pernyataan keberpihakan kepada Joko Widodo oleh artis-artis asal Amerika dan Inggris seperti Jason Mraz, Sting dan Akarna, serta bintang porno Vicky Vette. Pengumuman yang dilakukan H-1 menjelang pemilihan dengan penyeragaman agar jelas menunjukkan adanya koordinasi, bukan aksi spontanitas.

5) Kemunculan iklan yang mempromosikan Joko Widodo dan mendiskreditkan Prabowo Subianto di Google, YouTube dan jaringan iklan AdSense. Padahal di situsnya sendiri secara eksplisit Google melarang segala jenis iklan politik untuk ditayangkan di Indonesia.

6) Penutupan secara serentak beberapa akun yang secara terbuka tidak mendukung Joko Widodo, tidak lama setelah pertemuan Joko Widodo dengan direktur politik Twitter Peter Greenberger di Jakarta.

7) Pemberitaan palsu oleh Bloomberg mengenai transaksi saham MNC Group yang mendiskreditkan pasangan Prabowo-Hatta. Pada 20 Juni 2014, Bloomberg mengatakan bahwa Prabowo-Hatta memborong saham MNC Group. Padahal transaksi tersebut tidak pernah terjadi.

8) Pernyataan Duta Besar Amerika untuk Indonesia Robert Blake pada 23 Juni 2014. Ia mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa Pemerintah RI harus mengusut dugaan kasus HAM Prabowo. Pernyataan terbuka ini memicu reaksi keras dari DPR karena merupakan bukti konkret campur tangan Amerika dalam Pemilu Presiden Indonesia.
****** akhir kutipan ******

Berita di atas mengingatkan kita kepada pesan Bung Karno untuk mewaspadai intervensi asing

"Ingatlah... ingatlah... ingat pesanku lagi:
"Jika engkau mencari pemimpin, carilah yang dibenci, ditakuti atau dicacimaki asing, karena itu yang benar. Pemimpin tersebut akan membelamu di atas kepentingan asing itu.
"Dan janganlah kamu memilih pemimpin yang dipuji-puji asing, karena ia akan memperdayaimu."

Ir Soekarno

Dari Ummu Salamah radliallahu ‘anha berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “akan terjadi sesudahku para penguasa yang kalian mengenalinya dan kalian mengingkarinya. Barangsiapa yang mengingkarinya maka sungguh ia telah berlepas diri. Akan tetapi siapa saja yang ridha dan terus mengikutinya (dialah yang berdosa, pent.).” Maka para sahabat berkata : “Apakah tidak kita perangi saja mereka dengan pedang?” Beliau menjawab : “Jangan, selama mereka menegakkan shalat bersama kalian.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya).

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa orang yang tidak mampu melenyapkan kemungkaran tidak berdosa semata-mata karena dia tinggal diam, akan tetapi yang berdosa adalah apabila dia meridhai kemungkaran itu atau tidak membencinya dengan hatinya, atau dia justru mengikuti kemungkarannya.” (Syarh Muslim [6/485])

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barang siapa melihat kemungkaran, maka hendaknya ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka hendaknya merubah dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan yang demikian itulah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim)

Jadi boleh jadi kemudharatan yang menerpa kaum muslim di berbagai belahan dunia dapat diakibatkan karena para ulamanya melihat kemungkaran seperti penguasa negeri bersekutu dengan kaum yang dimurkaiNya namun berdiam diri, tidak membencinya dengan hatinya atau malah justru mereka mengikuti atau meridhai kemungkarannya.

Firman Allah ta’ala yang artinya

“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)

“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)

Apa pun pilihan kita dalam pilpres nanti, akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak

Tidak memilihpun (golput) adalah sebuah pilihan yang akan dipertangung jawabkan pula di akhirat kelak

Kewajiban kaum muslim untuk memilih pemimpin atau penguasa negeri.

Rasulullah bersabda : “Tidak boleh bagi tiga orang berada dimanapun di bumi ini, tanpa mengambil salah seorang diantara mereka sebagai amir (pemimpin) ”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa memilih seseorang menjadi pemimpin untuk suatu kelompok, yang di kelompok itu ada orang yang lebih diridhai Allah dari pada orang tersebut, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.” (HR. Hakim)

Fatwa Ijtima’ Ulama di Padang Panjang tahun 2009

1. Pemilihan Umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.

2. Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama.

3. Imamah dan Imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat.

4. Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib.

5. Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 4 (empat) atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya adalah haram.

Sebagaimana informasi dari http://mui.or.id/mui/homepage/berita/partisipasi-pemilih-jangan-sampai-menurun.html bahwa pemimpin yang selayaknya dipilih adalah pemimpin yang beriman, bertaqwa, jujur, amanah, aspiratif, mampu, berakhlakul karimah dan memiliki komitmen kenegarawanan dan kebangsaan yang tinggi.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat K.H Sholahuddin al-Ayyubi bahwa memilih pemimpin dilalui dengan berjerih payah, termasuk dalam memelihara imamah dan imarah. Oleh karenanya, kalau tidak ada yang ideal maupun yang mendekati ideal, MUI berpaku pada kaidah Fiqhiyyah “akhaffu al dhararain” “Misalnya, kalau kita memilih “A” berisiko ada kerusakan dan memilih “B” juga mempunyai risiko, maka kita harus memilih seseorang yang dampak risiko (kerusakan)nya sekecil mungkin,”

Jadi berdasarkan tuntunan Majelis Ulama Indonesia maka kaum muslim dapat memilih capres yang terbaik dan paling kecil mudharatnya di antara pilihan yang ada.

Sebagaimana yang telah disampaikan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/30/di-belakang-petugas-partai/ bahwa pokok permasalahan atau keberatan yang disampaikan oleh beberapa ulama adalah terhadap orang-orang dibelakang Jokowi-JK terutama partai pendukung utamanya yakni PDI-P. yang membuat kebijakan  yang akan dijalankan oleh Jokowi sebagai “petugas partai”

Hal yang harus kita ingat bahwa partai pendukung utama Jokowi-JK adalah PDIP yang merupakan fusi (gabungan) dengan partai-partai non muslim.

Sebagaimana yang telah disampaikan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/07/03/yang-bukan-radikal/ bahwa boleh kita bergaul dengan non muslim asalkan yang bukan radikal

Non muslim yang radikal adalah non muslim yang memerangi agama Islam atau anti Islam atau Islam Phobia atau pendukung deislamisasi

Firman Allah Ta’ala yang artinya, “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah [60]:8 )

Dikalangan petinggi PDIP yang merencanakan dan membuat kebijakan ada pula yang non muslim

Firman Allah Ta’ala yang artinya “Dan sabarkanlah dirimu beserta orang-orang yang menyeru Rabbnya di waktu pagi dan petang dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kamu palingkan wajahmu dari mereka hanya karena kamu menghendaki perhiasan dunia, dan janganlah kamu ikuti orang-orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, dan menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya sangat melewati batas.” (QS. Al-Kahf [18] : 28)

Tujuan berpolitik adalah meraih kekuasaan, oleh karenanya sebaiknyalah umat Islam, apapun kelompok dan ormasnya memilih pemimpin yang merencanakan, membuat dan menjalankan kebijakan untuk kemasalahan umat Islam dan rakyat Indonesia pada umumnya sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/14/berpolitik-meraih-kekuasaan/

Putra pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang Rembang KH Maimoen Zubair, KH Muhammad Najih MZ secara tegas menolak bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) Joko Widodo atau Jokowi. Menurut Gus Najih, panggilan akrabnya, tidak rela PPP berkoaliasi dengan partai kaum abangan yang anti Islam. sebagaimana yang diberitakan pada http://fpi.or.id/119-KH-Muhammad-Najih-Tak-Rela-PPP-Berkoalisi-dengan-Partai-Anti-Islam.html

Hal serupa disampaikan oleh Sekretaris DPW PPP Jateng, Suryanto SH pada http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/05/02/092146/2571075/1562/sekretaris-dpw-jateng-mayoritas-warga-ppp-tak-ingin-koalisi-dengan-pdip

****** awal kutipan ******
“Saya sekretaris DPW yang sering bertemu dengan konstituen di akar rumput hingga para pengurus struktural dari tingkat paling bawah hingga di tingkat pimpinan cabang maupun wilayah. Aspirasi paling kuat yang kami tangkap adalah mereka tidak menginginkan partai ini (PPP -red) berkoalisi dengan PDIP dalam Pilpres mendatang,” ujar Suryanto kepada wartawan di Solo, Jumat (2/5/2014) pagi.

Menurut Suryanto, ada berbagai alasan yang disampaikan oleh kader dan simpatisan PPP terkait aspirasi tersebut. Diantara yang sering disampaikan adalah sejumlah fakta bahwa selama ini PDIP dinilai kurang memperjuangkan aspirasi umat Islam, terutama dalam keputusan-keputusan politik yang diambil di parlemen. Sikap PDIP di parlemen itu dijadikan tolok ukur penting bagi warga PPP karena selama 10 tahun terakhir PDIP berada di luar pemerintahan sehingga kiprah perjuangan politiknya lebih banyak dilakukan di parlemen.

“PDIP dinilai banyak mementahkan UU yang mengatur kemaslahatan umat. PDIP sering menyampaikan sikap bertentangan dengan PPP dalam hal pengesahan regulasi bagi kemaslahatan umat. Hal-hal seperti itu menjadi catatan penting dan selalu diingat oleh konstituen kami untuk dijadikan pertimbangan menentukan arah pilihan dalam dukungannya terhadap bakal capres yang mengemuka saat ini,” paparnya
***** akhir kutipan *****

Wasekjen MUI Pusat, Ustadz Tengku Zulkarnaen menyatakan kekecewaannya karena masyarakat awam banyak yang belum mengetahui bahaya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan memilihnya dalam pemilu 2014 lalu. Ia juga mengatakan bahwa PDIP adalah partai yang anti Islam.

“Ini partai anti Islam. Kenapa banyak yang tidak tahu? Kita semua harus ngomong,” jelas beliau.

Hal itu dibuktikan dari berbagai produk legislasi Islami yang coba dijegal oleh PDIP.

“Semua RUU yang kita ajukan ke DPR dan berbau Islam, pasti PDI menolak. UU Pendidikan mereka walk out, UU Bank Syariah, UU Ekonomi Syariah mereka tidak setuju, UU Pornografi juga mereka tidak setuju. Nah, sekarang UU Jaminan Produk Halal untuk makanan dan obat-obatan mereka juga tidak setuju.” jelas beliau.

Ustadz Tengku Zulkarnaen juga mengingatkan bahwa “Selain itu, dalam pemilu 2014 lalu, PDI-P memasang 52% caleg non Muslim dalam Daftar Caleg Tetap-nya. PDI-P sendiri sebenarnya merupakan fusi dari partai Nasionalis dan partai Kristen seperti IPKI, PNI, Murba, Partai Katolik, dan Parkindo (Partai Kristen Indonesia)”

Uraian selengkapnya tentang mengapa PDIP dikenal sebagai partai yang cenderung anti Islam ada dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/27/parpol-anti-islam/

Selain itu, hal yang perlu diwaspadai oleh kaum muslim adalah kaum liberal dibelakang Jokowi-JK karena sudah ada fatwa Majelis Ulama Indonesia No: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 tentang kesesatan paham pluralisme, liberalisme dan sekuarisme agama sebagaimana yang telah disampaikan contohnya pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/30/alasan-bicara-politik/

Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830

Prabowo , Dari Kubu Jendral Hijau Sampai Capres

Aktivis 98 yang juga Ketua Umun PB HMI 1999-2001, Fakhrudin menyampaikan dalam berita pada http://nasional.inilah.com/read/detail/2098519/prabowo-berjasa-di-era-militer-anti-islam bahwa umat Islam Indonesia sejatinya berutang budi kepada Prabowo yang berjasa di era militer cenderung anti Islam

Berikut kutipan selengkapnya

****** awal kutipan ******
INILAHCOM, Jakarta – Aktivis 98 yang juga Ketua Umun PB HMI 1999-2001, Fakhrudin, mengatakan sebaiknya umat Islam tidak gampang terprovokasi gencarnya pemberitaan yang menyudutkan capres dari Gerindra, Prabowo Subianto. Bagaimanapun ada peran besar Prabowo saat militer Indonesia cenderung anti-Islam.

“Jangan gampang dikecoh,” kata Fakhrudin dalam pembicaraan telepon dengan Inilahcom. Menurut dia, umat Islam Indonesia sejatinya berutang budi kepada Prabowo. “Prabowo adalah prajurit yang secara terbuka berani berhadapan dengan faksi militer yang fasis dan anti Islam, di bawah mendiang Benny Moerdani.”

Prabowo-lah, kata Fakhrudin, yang berani mengambil risiko di saat kelompok Moerdani tengah kuat-kuatnya. “Dia tak rela umat Islam terus dikorbankan demi kepentingan politik mereka,” kata dia.

Berkenaan dengan penculikan sejumlah aktivis, Fakhrudin juga yakin segala sesuatu harus dilihat dalam kontek kekuasaan saat itu. “Ada dua faktor; pertama karena pesanan rezim yang berkuasa, kedua karena adanya pertarungan di elite militer. Jadi faksionalisasi di internal militer menjadi pemicu untuk saling mendiskeditkan sesama mereka.”

Keyakinan Fakhrudin bahwa isu HAM sudah jadi sekadar dagangan politik, karena waktu Megawati berkuasa, toh soal itu tak dimasalahkan. Ia menilai, mungkin karena Megawati pun tak lepas dari kedekatan dengan militer. Sayangnya, kata dia, Megawati lebih akomodatif kepada sayap militer yang anti-Islam. “Lihat figur-figur tentara yang di lingkaran Mega. Hampir sebagian besar loyalis Beny ada di sana. Ini menunjukkan bahwa PDIP kurang sensitif terhadap perasaan ummat Islam,” kata dia.

Menurutnya, kalau Megawati konsisten dengan penegakan HAM, kenapa dia tidak tampil untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM saat mendapat mandat dari rakyat. “Jangankan pelanggaran HAM, penculikan, kasus priuk, tragedi lampung, kejadian di Aceh dan lain lain, kasus 27 Juli saja dia tidak bisa selesaikan dengan tuntas.” [dsy]
******* akhir kutipan *******

Sebagaimana arsip berita pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/13/ada-orang-lain/ Rachmawati Soekarnoputripun bertanya kepada kakaknya, mengapa mau bersekutu dengan Benny Moerdani

***** awal kutipan *****
Bagi saya , kisah Mega dan Orde Baru bukan hal baru.Begitu juga soal hubungan antara Mega dengan bekas Pangab L.B. Moerdani dan faksi faksi yang bertikai ditubuh TNI, pun bukan hal baru.

Makanya, waktu mendengar bekas Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) RO Tambunan membongkar informasi yang diberikan Benny Moerdani kepada Mega sebelum terjadi tragedi 27 juli 1996 terjadi, saya cuma manggut manggut.Saya sudah memperkirakan itu yang akan terjadi.Mega cuma jadi alat dari pertikaian di tubuh TNI, khususnya Angkatan Darat.

Benny Moerdani mulai mendekati keluarga Bung Karno awal 1980-an. Suatu ketika, pertengahan 1980-an, dalam sebuah acara keluarga Bung Karno di Bandung , Benny Moerdani datang. Katanya dia mau mengenal lebih jauh dan berteman dengan anak anak Bung Karno.Kami persilahkan saja. Tapi saat itu saya sudah waspada. Pasti ada apa apanya nanti.

Waktu itu Benny Moerdani mulai pecah kongsi dengan Soeharto.
Hubungan mereka tidak harmonis lagi. Padahal sebelumnya, Benny Moerdani ini anak buah yang baik bagi Soeharto.

Dalam acara keluarga itu, saya sempat ngomong ngomong dengan dia.Kelihatamnya Benny Moerdani memang sedang sakit hati dengan Soeharto. Dia dicopot dari posisi Pangab dan tidak dipakai Soeharto lagi. Ibarat wayang, oleh sang dalang Benny Moerdani dimasukin kotak.

Ia mengakui, dirinya menyimpan obsesi untuk menjadi orang kedua di republik ini. Tapi dia kecewa ambisi itu bagai menggantang asap. Menurutnya dia tidak mungkin tampil sebagai wakil presiden. Sebab dia beragama non muslim.Dan memang walau pun Benny Moerdani menggosok gosok namanya, tahun 1988 Soeharto memilih Soedharmono yang dikenal sebagai arsitek sekretariat negara dan orang top di Golkar, menjadi wakil presiden.

Saya sampai dipanggil ketek sama Soeharto. Waktu mau dicopot pun, saya tidak diberi tahu sebelumnya. Saya diberi tahu akan dicopot dari posisi Pangab cuma satu hari sebelumnya, begitu dia mengeluh.

Dulu, akhir 1970-an, kami, anak anak Bung Karno membuat kesepakatan bersama. Dikenal dengan konsensus keluarga Bung Karno. Isinya, kami tidak akan terjun ke dunia politik. Kami tidak mau anak dan keturunan Bung Karno dimanfaatkan oleh Orde Baru untuk kepentingan mereka Kami tidak mau dijebak

Tapi sejak bergaul dengan Benny Moerdani, Mega mulai terlihat hendak keluar dari consensus keluarga. Dan akhirnya Mega memang keluar. Dia bergabung dengan PDI. Memang tidak tiba tiba . Sebelumnya Mega, juga suaminya Taufik Kiemas, aktrif di Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI).

Nah, Mas Guntur sebagai anak tertua, yang tadinya saya harap bisa mencegah langkah Mega itu, ternyata memilih untuk diam saja. Bahkan cenderung untuk mendukung. Saat itu saya mulai was-was. Langkah Mega mendekati faksi Moerdani dalam tubuh Orde Baru akan merugikan, tidak cuma keluarga Bung Karno , tapi juga seluruh Bangsa ini. Saat itu saya membaca, mereka tengah mempersiapkan tampilnya seorang anak Bung Karno untuk memenangkan ambisi politik mereka.

Dijadikan alat LB Moerdani, kok bangga

Sebelum mendekati Mega, kelompok Benny Moerdani mendekati saya terlebih dahulu. Mereka membujuk dan meminta saya tampil memimpin PDI. Permintaan orang dekat dan tangan kanan Soeharto itu jelas saya tolak, Bagi saya, PDI itu cuma alat hegemoni Orde Baru yang dibentuk sendiri oleh Soeharto tahun 1973. Coba renungkan, untuk apa jadi pemimpin boneka.

Orang orang PDI yang dekat dengan Benny Murdani, seperti Soerjadi dan Aberson Marie Sihaloho, pun ikut mengajak saya gabung ke PDI. Tetapi tetap saya tolak.

Tapi Mega tidak begitu, tidak seperti saya. Dia menuruti permintaan itu dan dan senang pula. Ajakan itu diartikannya sebagai dukungan dan kepercayaan dari orang banyak, kaum Marhaen, kepada dirinya untuk memimpin PDI. Padahal motivasi di balik ajakan ajakan itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan aspirasi kaum Marhaen.

Nah, pintu yang dipakai kelompok ini untuk mendekati Mega adalah Taufik Kiemas, suaminya. Taufik memang dekat dengan kelompok itu. Hari ini pun, desas desus soal kedekatan Taufik Kiemas dengan kelompok Benny Murdani beredar luas.

Di awal 1990-an , Mega semakin larut kejebak dalam skenario pembusukan itu. Tahun 1993, dalam kongres luar biasa (KLB) PDI, di Surabaya, dia mendeklarasikan dirinya sebagai ketua umum PDI.

Beberapa saat kemudian , dalam Munas PDI di Jakarta, deklarasi itu dikukuhkan. Benny Moerdani mengerakahkan orang orangnya untuk memback up Mega dalam suksesi di tubuh PDI itu. Beberapa orang yang terlibat mengamankan Mega dalam fase itu sekarrang ini mendapat posisi enak di kabinet.

Di tahun 1993 pula saya sebelum KLB Surabaya , saya sempat bertemu dengan Mega. Saksi pertemuan itu Panda Nababan. Saya tanya Mega, mengapa mau bersekutu dengan Benny Moerdani. Tapi dia tidak menjawab sepatah katapun pertanyaan itu.

Saya katakan lagi kepadanya, untuk melawan Orde Baru kita harus melihat lihat siapa kawan yang bisa digandeng. Dan orang macam Benny Moerdani tidak bisa dijadikan kawan abadi, Suatu saat mereka akan balik menyerang. Jangan mau terjebak dalam pertarungan antara Benny Moerdani dan Soeharto. Saya tanya lagi Mega, mengapa kamu mau menari di atas gendang orang orang lain. Mengapa kamu mau diperalat.

Tiga jam saya bicara dengan Mega. Tapi tak satu patahpun dia menjawab pertanyaan saya. Saya kira dia sudah tidak peduli lagi dengan nasehat nasehat saya. Terakhir ya itu, saya dengar dia sudah mengantongi dukungan Benny Moerdani untuk memimpin PDI.

Anggota keluarga Bung Karno lainnya tetap bungkam ketika Mega jadi ketua umum PDI. Mereka tidak membaca situasi yang berkembang saat itu seperti saya. Mas Guntur juga diam. Alasannya semua anak Bung Karno sudah dewasa.

Tapi apakah menggadaikan dan menggunakan nama Bung Karno untuk kepentingan politik sesaat adalah sikap dewasa?

Saya yakin , Mega pun tidak akan menjawab pertanyaan itu.
***** akhir kutipan *****

Peniliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (Insist), Adian Husaini menceritakan sejarah awalnya era reformasi di mulai era akhir dekade 1980-an, rezim Orde Baru mengubah pendekatannya kepada umat Islam dari pola antagonistik menjadi pola akomodatif yang ditandai dengan penyerapan (akomodasi) berbagai aspirasi Islam ke dalam sistem dan kehidupan kenegaraan sebagaimana yang ditulisnya pada http://adianhusaini.com/index.php/daftar-artikel/10-15-tahun-reformasi-indonesia?catid_doc=10&page=1

Sebagai contoh adalah dicabutnya larangan berjilbab di sekolah-sekolah umum, didirikannya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), didirikannya Bank Muamalat Indonesia, juga disahkannya sejumlah Undang-Undang yang sebelumnya ditentang habis-habisan oleh kelompok non-Islam dan sekuler: seperti UU Peradilan Agama (No. 7 tahun 1989), UU Pendidikan Nasional (No. 2 tahun 1989), UU Perbankan (No.7 tahun 1992) yang mengakomodasi Bank Syariah, dan sebagainya.

Terlepas dari motif politiknya, politik akomodatif rezim Orde Baru merupakan hal yang positif dan disambut oleh kalangan Islam, yang selama dua dekade sebelumnya menjadi obyek deislamisasi dan sekulerisasi rezim Orde Baru.

Sebagaimana yang diberitakan pada http://news.detik.com/read/2006/10/04/130218/688872/10/ Mayjen (Purn) Kivlan Zein menjelaskan bahwa peristiwa jatuhnya Soeharto dan naiknya Habibie menjadi presiden, sebenarnya merupakan pertarungan antara kanan dan kiri.

“Yang kiri itu Kristen, yang kanan itu Islam. Ada yang mengatakan kiri itu nasionalis, yaitu kubu Benny Moerdani dan Pak Harto,” ujar Kivlan

“Para perwira muda ini berharap janganlah Orde Baru ini anti Islam, paling tidak netral. Maka berkumpullah para perwira yang eks-PII (Pelajar Islam Indonesia) dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Prabowo, walaupun dia sempat ikut KAPPI, ya ikut saya. Kemudian Adityawarman, kemudian Sjafrie Sjamsoeddin. Ini kita yang perwira mudalah, kita yang Akabri 70 ke atas. Kemudian ada Muchdi PR dan Syamsul Maarif. Semua perwira-wira muda itu,” jelas dia.

Berikut kutipan selanjutnya

***** awal kutipan *****
Beberapa saat kemudian di tahun 1984, Kivlan bertemu Prabowo di Malang. “Prabowo yang sakit hati dikeluarkan dari Den 81, ketemulah sama kita, saya, Sjafrie Sjamsoeddin, Ismet Huzairi, dan banyak yang lain, sampai terbentuklah grup 7 untuk melawan Benny Moerdani,” terang dia.

Gerakan penolakan terhadap gerakan Benny ini terus berjalan hingga pada tahun 1988. Bagaimana cara menyaingi grup Benny?

“Kita naikkanlah Pak Wiranto yang saat itu Asisten Operasi Timor Timur dan batalyon yang dipimpin Prabowo, serta Ismet Huzairi. Terus bagaimana caranya Prabowo bisa sukses? Kita kasih perlengkapan tempur, helikopter yang bagus, peralatan yang lengkap.

Pak Wiranto diusulkan sama Prabowo disusupkan sebagai ajudan Pak Harto. Okelah, kata saya. Jadilah dia (Wiranto) sebagai ajudan Soeharto,” kata dia.

Namun, Kivlan dan Prabowo cs kok melihat Wiranto semakin lama semakin dekat dengan Benny. Akhirnya, pihaknya mencari jenderal baru yang bisa mengimbangi Benny Moerdani. Dapatlah nama ZA Maulani, yang rencananya akan diusahakan sebagai KSAD terlebih dulu. Tapi, ZA Maulani tidak berani. “Lantas, kita carilah yang lain, ketemu nama Feisal Tanjung. Saya diminta Prabowo menemui Feisal Tanjung untuk menyampaikan pesannya. Saat itu, Feisal masih di Timor Timur. Setelah pesan Prabowo saya sampaikan, Feisal terkejut: masak letkol dan mayor menawarkan saya (jabatan panglima). Feisal yang saat itu Dan Seskoad yang telah dimasukkan kotak oleh grup Benny Moerdani, kita angkat,” terang Kivlan.

Pada bulan Januari 1989, Kivlan dkk berencana mempertemukan Feisal Tanjung dengan Habibie.

“7 Perwira naik pesawat terbang dari Halim sekitar 28 Januari 1989 untuk ketemu Habibie. Sunarto (angkatan 68), saya, Ismet Huzairi, Prabowo, Sjafrie Sjamsoeddin, Ampi Nur Kamal, Suaedy Marasabesy. 7 Perwira itu terbang ke IPTN Bandung malam-malam,” ujar dia.

Habibie yang saat itu masih menjabat sebagai Menristek menerima mereka. “Kita sampaikan kepada Pak Habibie bahwa Pak Harto ingin ada yang bisa mengimbangi Benny, dan Feisal Tanjung yang kita majukan. Kita mengatakan hal itu agar Feisal diangkat,” kata dia. Setelah itu, Kivlan dkk mempertemukan Habibie dan Feisal Tanjung dalam acara Seskoad tahun 1989. Tapi, setelah pertemuan itu hingga tahun 1992, tidak ada kabar dari Habibie kalau Feisal Tanjung punya peluang untuk diangkat sebagai Panglima TNI.

Akhirnya, Feisal Tanjung pun menanyakan hal itu kepada Habibie. “Nah, pada tahun 1991, muncullah peristiwa Dili. Kejadian ini merupakan kesempatan kita untuk mengajukan Feisal Tanjung sebagai Ketua Dewan Kehormatan (untuk memeriksa pelanggaran TNI itu). Bertemulah dengan Pak Harto. Di situ, Prabowo meminta agar Feisal ditunjuk sebagai ketua DK. Nah di DK itulah, dicopotlah Sintong Panjaitan sebagai Pangdam. Sakit hatinya Sintong Panjaitan,” ujar dia. Hingga 3 Juni 1992, tidak ada kabar bahwa Feisal Tanjung bisa naik menjadi panglima.

Tanggal 5 Juni 1992, kubu Kivlan menghadap Pak Harto saat acara peresmian Stasiun Gambir. “Saya dihubungi Pak Azwar Anas, disetujui bahwa Feisal Tanjung akan naik. Jam 09.00 dia dilantik menjadi letjen, dilantiklah dia jadi bintang 3. Kemudian, tanggal 11 Juni 1992, ketemulah dengan Habibie, naiklah dia jadi Kasum ABRI,” ujar dia.

Upaya untuk menaikkan Feisal Tanjung terus dilakukan. Saat Sidang Umum MPR tahun 1993, Feisal belum juga dilantik menjadi panglima. Saat itu, jabatan Panglima ABRI masih dirangkap oleh Jenderal Edi Sudradjat yang menjabat sebagai KSAD dan Menhankam. “Tapi, itulah pintarnya Pak Harto. Tanggal 15 Juni, diangkatlah Feisal Tanjung sebagai Panglima ABRI, dan jabatan KSAD diberikan kepada Wismoyo Arismunandar,” jelas dia. Setelah itu hubungan Feisal Tanjung dengan Habibie semakin dekat. Januari 1998, terjadilah pertemuan tokoh-tokoh masyarakat dengan Kopassus untuk menaikkan Habibie sebagai wakil presiden.

“Reaksi dari Singapura ribut, perwira yang tak senang yang berada di grup Benny juga ribut,” tutur dia. Dan akhirnya, tanggal 2 Maret 1998, dengan dukungan Fraksi ABRI dan Panglima ABRI, Habibie diangkat sebagai wakil presiden.

“Saya sampaikan di kantor Habibie tanggal 2 Maret 1998. Saya yang menjadi penghubung. Itulah kejadiannya mengapa dia menjadi wakil presiden. Dia menjadi wakil presiden, karena dirancang oleh perwira-perwira muda ini,” jelas mayjen purnawirawan mantan Kepala Staf Kostrad ini.

Dengan fakta ini, Kivlan mempertanyakan mengapa Habibie malah melupakan para perwira muda ini. “Kalau mau dicopot, copotlah. Jangan dibilang kudeta. Jadi, memang Habibie ini naiknya oleh perwira muda.

Pengangkatan Feisal Tanjung kita rancana untuk menghadang Benny, karena Benny sejak 1988 ingin jadi wapres, tapi terus kita gagalkan,” tegas dia.

Tentang Gerakan Benny Kivlan menceritakan bahwa pada tahun 1988, ada kabar Benny Moerdani ingin jadi presiden. Isu panas ini dibahas oleh Kivlan dan Prabowo cs di Restoran Rindu Alam, 12 Februari 1988. “Saya bilang, Wo (Prabowo-Red), kamu hadap Pak Harto, (minta) copot Benny jadi Pangab sebelum SU MPR tanggal 1 November 1988,” kata Kivlan kepada Prabowo saat itu.

“Wah bahaya, nanti dia kudeta,” ujar Prabowo. “Kalau dia kudeta, kita balas dengan kudeta. Saya pegang satu batalyon, si Ismet satu batalyon, Sjafrie satu batalyon, kau satu batalyon. Kalau dia kudeta, kita kontrakudeta. Kita rebut semua ini,” kata Kivlan saat itu.

Tidak berapa lama kemudian, terbuktilah semua ini. Isu keinginan Benny menjadi presiden didengar Soeharto. “Setelah pulang dari Yugoslavia, Pak Harto bilang biar menteri, biar jenderal, kalau dia inkonstitusional akan saya gebuk. Itu laporan saya, karena dia (Benny) mau melakukan kudeta. Tahun 1989, Benny pun diberhentikan,” ungkap dia. Kasus Benny ini, kata Kivlan, berlanjut saat Habibie naik menjadi wakil presiden.

“Habibie naik jadi wakil presiden, maka tidak senanglah Singapura. Dirancanglah bagaimana supaya Soeharto jatuh, Habibie ikut jatuh. Koalisi Nasional pimpinan Barnas, di belakangnya Benny Moerdani, di depan ada Ratna Sarumpaet. Itulah duduk soalnya mengapa terjadi kerusuhan,” kata dia.
***** akhir kutipan ******

Kivlan Zein dalam penjelasan di atas menyatakan bahwa “Singapura Link” yang merancang kejatuhan Suharto salah satunya karena ketidak-senangan terhadap Habibi menjadi wakil presiden dari kalangan cendekiawan Islam adalah wujud Islam Phobia

“Singapura Link” yang merancang kejatuhan Suharto menjawab sebuah analisa yang mengatakan bahwa kejatuhan Suharto (semula “a good boy” Amerika) karena adanya kemungkinan jika kekuasaan Suharto “diperpanjang” maka akan terjadi kebangkitan Islam di Indonesia. Untuk itu Rakyat Indonesia harus “diusik” dengan sesuatu.

Amerika semakin “terusik” oleh kelakuan Suharto yang berubah dari pola antagonistik menjadi pola akomodatif yakni penyerapan (akomodasi) berbagai aspirasi Islam ke dalam sistem dan kehidupan kenegaraan

Diawali pada tahun 1992, gerakan Non Blok putuskan untuk mengirim utusan Palestina ke negara-negara Arab adalah untuk langsung terlibat dalam negosiasi-negosiasi yang mendukung usaha Palestina memperoleh haknya kembali yang mana keputusan yang diambil oleh Ketua GNB – Presiden Soeharto mendapat dukungan dari Menlu Palestina Farouk Kaddoomi seusai sidang Komite Palestina GNB di Bali yang dalam hal ini menurutnya keputusan tersebut menunjukkan dukungan Gerakan Non Blok kepada rakyat Palestina dalam memperoleh haknya kembali dan akan berusaha membuat warga Israel mundur dari kawasan yang diduduki. Komite Palestina GNB terdiri dari Aljazair, India, Bangladesh, Senegal, Gambia, Zimbabwe, Palestina dan Indonesia, komisi GNB untuk Palestina diketuai oleh Indonesia.

Para Futurolog memprediksikan pada abad ke-21 Islam akan bangkit mendunia yang diawali dari timur (Indonesia/Malaysia).

Oleh karena Soeharto (selaku kepala negara mayoritas muslim terbesar di dunia) merangkul Islam maka sesegera mungkin sebelum memasuki abad ke-21 rezim Orba harus diturunkan.

Langkah pertama yang diambil adalah menciptakan krisis moneter, lalu krisis ekonomi, lalu merembet pada krisis kepercayaan, lalu menggelombang menjadi krisis politik nasional yang mendesak untuk dilakukannya penjatuhan rezim dan reformasi total. Fakta krisis ini disetting dalam konteks kawasan, bukan semata Indonesia, sehingga tampak gelombang krisis ini bukan karena skenario tapi gelombang internasional yang bersifat natural.

Ada pihak yang berpendapat lebih spesifik dari sekedar “Soeharto jatuh karena krisis ekonomi”. Mereka berpendapat “Soeharto jatuh karena IMF?”

Pendapat ini antara lain dikemukakan Prof. Steve Hanke, penasehat ekonomi Soeharto dan ahli masalah Dewan Mata Uang atau Currency Board System (CBS) dari Amerika Serikat.

Menurut ahli ekonomi dari John Hopkins University itu, Amerika Serikat dan IMF-lah yang menciptakan krisis untuk mendorong kejatuhan Soeharto. Ini dibuktikan dari pengakuan Direktur Pelaksana IMF Michael Camdessus sendiri.

Dalam wawancara “perpisahan” sebelum pensiun dengan The New York Times, Camdessus yang bekas tentara Prancis ini mengakui IMF berada di balik krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

“Kami menciptakan kondisi krisis yang memaksa Presiden Soeharto turun,” ujarnya. Pengakuan ini tentu saja menyambar kesadaran banyak orang. Tak dinyana, krisis di Indonesia ternyata bukan semata kegagalan kebijakan ekonomi Soeharto, tapi juga berkat “bantuan” IMF. Sumber: http://www.antara.co.id/print/1210836368

“Singapura Link” tampaknya berkeinginan NKRI dipimpin oleh orang yang “baik” seperti SBY atau Jokowi namun kurang “kuat” untuk mewujudkan angan-angan kemakmuran rakyat Indonesia. Sehingga “Singapura link” menjadikan NKRI sebagai pasar dan investasi bagi kemakmuran mereka

Sebagaimana contoh berita pada http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/05/21/pengamat-kondisi-politik-penyebab-melemahnya-rupiah bahwa analisa pengamat pasar uang terhadap pelemahan rupiah terhadap dollar AS sejalan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang memerah karenanya adanya kondisi politik yang membuat keraguan para investor. Investor condong kepada Jokowi daripada ke Prabowo.

Berikut kutipan tulisan Adian Husaini selanjutnya dari link di atas

***** awal kutipan *****
Setelah tumbangnya Soeharto yang disambut dengan suka cita saat itu. Kehidupan politik semakin bergairah. Sistem politik Orde Baru yang serba tertutup, monolitik dan sentralistik digugat habis-habisan. Era reformasi dan demokratisasi dicanangkan dan terus digelindingkan.

Berbagai jenis paham pemikiran bebas berkeliaran di benak publik. Penguasaan akses-akses informasi yang sangat kuat di tangan non-muslim dan kaum sekular menyebabkan semakin maraknya paham-paham sekuler-liberal di tengah masyarakat.

Pada era seperti inilah, berbagai benih paham sesat dengan leluasa dan tanpa banyak rintangan tersebar dan bersemi di tengah masyarakat Muslim Indonesia.

Salah satu paham yang sangat marak menyebar di Indonesia di era reformasi adalah paham liberalisme di kalangan umat Islam, yang dikenal sebagai paham “Islam liberal”.

Paham ini telah sangat meresahkan umat Islam Indonesia, sehingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2005 mengeluarkan fatwa yang mengharamkan paham SEKULARISME, PLURALISME, DAN LIBERALISME – yang kemudian dikenal dengan singkatan paham “Sipilis”. Cakupan paham ini sangat luas, meliputi liberalisasi di bidang aqidah, al-Quran, dan syariat Islam.

Kebebasan Kebablasan

Di era reformasi, isu Hak Asasi Manusia (HAM) semakin ramai digunakan untuk menyuarakan berbagai jenis kebebasan. Sayangnya, isu HAM ini seringkali digunakan untuk menjadi dasar penyebaran paham sesat dan penetapan peraturan yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Sebagai contoh, tahun 2010, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendukung dicabutnya Undang-undang (UU) No 1/PNPS/1965, sebab UU tersebut dianggap bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama sebagaimana diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pasal 18 tentang Kebebasan Beragama.

Padahal, UU No 1/PNPS/1965 mengatur tentang penodaan agama di Indonesia. Menurut UU ini, sesiapa saja yang melakukan penafsiran atas ajaran agama yang menyimpang dari ajaran-ajaran pokok suatu agama yang diakui di Indonesia (enam agama: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, Konghuchu), maka dinyatakan telah melakan pidana (jinayat) dan dapat dipenjara selama lima tahun.

Jika UU No. 1/PNPS/1965 itu dicabut, maka berbagai aliran sesat mendapatkan peluang yang makin besar untuk berkembang di Indonesia. Kita berharap, para aktivis HAM bersedia meletakkan al-Quran lebih tinggi ketimbang kitab Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, sehingga tidak meletakkan prinsip kebebasan tanpa batas, sampai melanggar ajaran Islam. Alhamdulillah, gugatan kaum liberal itu ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga UU No 1/PNPS/1965 tetap berlaku.

Meskipun gagal dalam mendukung pembatalan UU No 1/PNPS/1965, Komnas HAM masih melakukan pembelaan terhadap prinsip-prinsip HAM sekuler, misalnya dalam memperjuangkan hak tiap warga negara untuk melakukan praktik perkawinan sejenis (homoseks dan lebisn) dan melakukan perkawinan beda agama. Komnas HAM telah secara terbuka mendukung praktik nikah beda agama (NBA).

Tahun 2005, bekerjasama dengan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Komnas HAM menerbitkan sebuah buku berjudul: Pernikahan Beda Agama: Kesaksian, Argumen Keagamaan, dan Analisis Kebijakan (editor: Ahmad Nurcholish dan Ahmad Baso). Tahun 2010, buku ini diterbitkan lagi untuk edisi kedua.

“Bagi ICRP, pernikahan adalah hak asasi manusia yang tidak boleh dirintangi oleh siapa pun dan dengan alasan apa pun, sepanjang di dalamnya tidak ada unsur pemaksaan, eksploitasi, dan diskriminasi,” tulis Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, Ketua Umum ICRP.

Komnas HAM meminta Kementerian Agama untuk mengimplementasikan penghapusan praktik segala bentuk diskriminasi atas dasar etnis, ras, budaya dan agama, terutama pencatatan perkawinan bagi pemeluk agama dan keyakinan. Komnas HAM juga meminta agar Kompilasi Hukum Islam (KHI) No. 1 tahun 1991 dirumuskan ulang, sehingga dapat mengakomodasi pernikahan antara muslimah dengan laki-laki non-muslim.

Atas nama HAM, Komnas HAM juga memberikan dukungan terhadap gerakan Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender (LGBT). Tahun 2006, pakar HAM internasional yang berkumpul di Yogyakarta menghasilkan “Piagam Yogyakarta” (The Yogyakarta Principles) yang mendukung pelaksanaan hak-hak kaum LGBT.

Walhasil, menjelang 15 tahun perjalanan reformasi, kita kaum Muslim Indonesia, patut merenungkan dengan serius dan mengevaluasi apa yang telah dan sedang terjadi.

Salah satu pelajaran penting: tidak sepatutnya kita dipatuk ular pada lobang yang sama. Seyogyanya tokoh-tokoh Muslim menentukan sendiri tujuan, sasaran, konsep, dan agenda-agenda perubahan, sesuai dengan amanah risalah Nabi Muhammad SAW.

Tidaklah patut kaum Muslim terjebak lagi ke dalam agenda yang seolah-olah menjanjikan kebebasan dan kemajuan, padahal jelas-jelas merusak masyarakat dan mengadu domba sesama Muslim.

Jargon-jargon reformasi yang digulirkan kadang tampak indah. Tapi, makna “reformasi” itu sendiri tidaklah jelas acuannya.

Bagi Muslim, reformasi – atau perubahan apa pun – akan sia-sia jika tidak berdasarkan pada konsep Tauhid dan bertujuan membentuk manusia dan masyarakat yang adil dan beradab.

Umat Islam jangan sampai tertipu dengan jargon dan janji-janji “reformasi” yang ternyata membawa agenda liberalisasi di berbagai bidang.

Orang Muslim yang paham dan sadar akan agenda-agenda liberalisasi, pasti tidak rela menukar iman dan kedaulatan negaranya dengan kebebasan dan kenikmatan duniawi yang semu. Wallahu a’lam bish-shawab
***** akhir kutipan ****

Jadi jelaslah bahwa yang perlu diwaspadai oleh kaum muslim adalah kaum liberal dibelakang Jokowi-JK karena sudah ada fatwa Majelis Ulama Indonesia No: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 tentang kesesatan paham pluralisme, liberalisme dan sekuarisme agama

Sebelumnya sejumlah aktivis Liberal seperti Zuhairi Misrawi dan Hamid Basyaib bergabung ke lembaga underbow PDIP Baitul Muslimin Indonesia (BMI) sebagaimana berita pada http://news.detik.com/read/2011/10/14/203542/1744557/10/

***** awal kutipan *****
Sejumlah tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) bergabung ke Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi), organisasi keagamaan sayap PDI Perjuangan. Mereka antara lain, Idham Cholied, Hamid Basyaib dan Zuhairi Misrawi.

Idham, yang sebelumnya menjabat sekjen Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) ini mengatakan, alasannya bergabung ke PDI Perjuangan karena secara kultural basis pemilih partai itu dan NU sama.

Sementara itu, Hamid Basyaib dikenal sebagai pemimpin perusahaan konsultan politik, mantan wartawan dan pemikir Islam Liberal. Zuhairi dikenal sebagai direktur Moderate Muslim Society.
****** akhir kutipan ******

Kini dedengkot liberal lainnya, Siti Musdah Mulia, akhirnya merapat juga ke lingkaran PDIP dengan menjadi Direktur Megawati Institute. sebagaimana yang diberitakan pada http://nasional.kompas.com/read/2013/10/09/1228038/Musdah.Mulia.Jadi.Direktur.Megawati.Institute

**** awal kutipan ****
“Hasil rapat Pleno DPP kemarin, atas kesediaan Ibu Musdah, kami kukuhkan Ibu Musdah sebagai Direktur Megawati Institute,” kata Tjahjo.

Tjahjo mengatakan, Megawati Institute di bawah kepemimpinan Musdah diharapkan terus membumikan Pancasila sebagai ideologi bangsa.

Seperti diketahui, Musdah adalah aktivis perempuan, dosen, peneliti, penulis di bidang keagamaan di Indonesia. Ia aktif dalam isu-isu demokrasi, HAM, pluralisme, perempuan, dan civil society.
****** akhir kutipan *****

Musdah Mulia adalah professor yang menghalalkan homoseksual sebagaimana yang diberitakan pada http://insistnet.com/prof-uin-jakarta-halalkan-homoseksual/

****** awal kutipan ******
Harian The Jakarta Post, edisi Jumat (28/3/2008) pada halaman mukanya menerbitkan sebuah berita berjudul Islam ‘recognizes homosexuality’ (Islam mengakui homoseksualitas). Mengutip pendapat dari Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, guru besar di UIN Jakarta, koran berbahasa Inggris itu menulis bahwa homoseksual dan homoseksualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena itu dihalalkan dalam Islam.

Menurut Musdah, para sarjana Muslim moderat berpendapat, bahwa tidak ada alasan untuk menolak homoseksual. Dan bahwasanya pengecaman terhadap homoseksual atau homoseksualitas oleh kalangan ulama aurus utama dan kalangan Muslim lainnya hanyalah didasarkan pada penafsiran sempit terhadap ajaran Islam.
****** akhir kutipan *****

Perjuangan reformasi di Indonesia pada kenyataannya ada dua kubu.

Ditengarai kubu orang-orang yang menginginkan Megawati menjadi presiden ketika negeri kita dipimpin oleh Gus Dur adalah kubu orang-orang yang menginginkan Jokowi menjadi presiden pada saat ini.

Pada waktu itu Amin Rais dkk ditengarai terhasut kubu orang-orang yang menginginkan Megawati sebagai Presiden sehingga “melengserkan” Gus Dur

Pada saat sekarang tampaknya Amin Rais menyadari bahwa arah reformasi yang berjalan sekarang tidak sesuai dengan visi dan misi maupun platform partai politik PAN yang didirikannya sehingga memutuskan untuk mendukung kubu Prabowo karena adanya kesesuaian dengan visi dan misi Gerindra.

Sehingga terlihatlah tokoh reformasi “kubu lain” yang menolaknya seperti Goenawan Mohamad sebagaimana berita pada http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/05/15/goenawan-muhammad-mundur-dari-pan

“Latar berlakang” perjuangan reformasi kubu Goenawan Muhammad dapat dibaca pada https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2014/05/goenawan-muhammad-background.pdf

Tulisan tersebut ditulis berdasarkan buku yang berjudul, “Kekerasan Budaya Pasca 1965″ karya Wijaya Herlambang yang terbit November 2013 lalu yang mengungkapkan bahwa Goenawan Muhammad dibiayai lembaga filantropi mulai : Ford Fondation, Rockefeller Fondation, Asia Fondation Open Society Institue, USAID juga tokoh Yahudi George Soros.

Berikut kutipannya

***** awak kutipan *******
Goenawan Mohamad sejak Tempo diberangus rezim Soeharto (1994) menempatkan diri sebagai pelawan orde baru yang handal. Dengan lenyapnya Tempo GM membangun Komunitas Utan Kayu (KUK) yang bermarkas di Jalan Utan Kayu Jakarta Timur. Lembaga ini kemudian melahirkan serenceng lembaga kebudayaan mulai AJI (Aliansi Jurnalistik Indonesia), Jaringan Islam Liberal (JIL), Teater Utan Kayu (TUK) yang diplesetkan bulletin Boemiputra menjadi Tempat Umbar Kelamin, sekaligus agen imperialis Barat.

Kehadiran JIL dirasakan umat Islam terbesar sebagai alat penghancuran Islam di negeri ini. Karena itu JIL disebut dibiayai lembaga filantropi Barat mencapai 150.000 USD/tahun.

Pendek kata KUK melalui lobby GM ke sejumlah orang-orang teras USAID, berhasil menguras dananya sebesar 100.000 -200.000 USD, sehingga menempatkan KUK sebagai agen Barat. Termasuk mendirikan ISAI (Institut Studi Arus Informasi) pada 1995 dan belakangan membangun Salihara di kawasan Pasar Minggu sebagai pusat budaya.

Yang sangat dirasakan menyakitkan bagi kelompok Islam mainstream, kehadiran KUK di bawah GM, misalnya Radio FM 68, JIL, bahkan berbagai penerbitan bawah tanahnya seperti Bergerak, X-Pos hingga Tempo majalah dan Koran Tempo yang kini sejak era reformasi, kembali terbit, kesemua produk GM ini cenderung menghantam aspirasi Islam.

Kini terbongkar melalui buku Wijaya Herlambang, semua ini tidak aneh, GM sejatinya seorang komprador sejati, yang diakuinya sendiri, dia memang dibiayai serenceng lembaga filantropi Barat dan Asia termasuk Asia Foundation dan Japan Foundation, termasuk tokoh Yahudi Gerge Soros itu.

Memang Herlambang belum menyajikan ulasan bagaimana peranan GM saat rezim Soeharto jatuh di mana Soros ikut memainkan peranan menghancurkan ekonomi Indonesia. Hanya dikutip sekilas GM bersama Adnan Buyung Nasution terlihat menonjol di saat itu namun bukanlah dua orang itulah sejatinya yang memainkan peranan terpenting dalam reformasi Mei 1998 itu.

Yang jelas melalui seluruh penampilannya, GM cenderung berlawanan arus dengan Islam. Tatkala umat Islam makin bersikeras menentang eksistensi aliran sesat Ahmadiyah dan mendesak pemerintah membubarkannya, awal 2008, GM dan kelompoknya menentangnya dan mendirikan AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) dan memajang iklan di harian Kompas menunjukkan eksistensinya seraya mengecam umat Islam mainstream yang dituduhnya melanggar hak-hak asasi warga Ahmadiyah, mengancam kebhinekaan, sekaligus menyebar kebencecian, kekerasan, dan ketakutan di tengah masyarakat.
******* akhir kutipan ******

Dari “latar belakang” tersebut kita dapat simpulkan bahwa kubu Goenawan Muhammad adalah pejuang reformasi yang membawa misi pihak asing untuk menegakkan hak asasi manusia dengan semangat kebebasan (liberalisme. pluralisme, sekularisme) termasuk kebebasan memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan semangat kebebasan (liberalisme)

Jadi pada kenyataannya orde baru telah melakukan reformasi dari pola antagonistik, anti Islam (deislamisasi) atau Islam Phobia menjadi pola akomodatif yang ditandai dengan penyerapan (akomodasi) berbagai aspirasi Islam ke dalam sistem dan kehidupan kenegaraan yang sebelumnya ditentang habis-habisan oleh kelompok non-Islam radikal dan kelompok sekuler.

Sebagaimana yang telah disampaikan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/06/24/perbedaan-kedua-capres/ bahwa perbedaan utama dari kedua capres adalah

Prabowo adalah pemimpin partai dan sekaligus pemimpin partai koalisi sehingga Prabowo yang memimpin orang-orang dibelakangnya sesuai kebijakan sang pemimpin.

Kita bisa saksikan dalam debat capres putaran dua di Hotel Gran Melia, Jakarta Selatan, Ahad (15/6). Prabowo pernah mengatakan “maaf ya, kali ini saya tidak mengikuti para penasehat saya”.

Hal ini memberi penjelasan yang sangat kuat kepada kita bahwa Prabowo tidak mudah untuk bisa dipengaruhi oleh orang disekitarnya sekalipun, bahwa Prabowo tidak mudah untuk dijadikan boneka oleh pihak-pihak tertentu, apalagi pihak asing.

Sedangkan Jokowi sebagaimana yang ditegaskan oleh Megawati adalah sebagai petugas partai sehingga Jokowi dalam memimpin akan dipengaruhi oleh orang-orang dibelakangnya seperti kebijakan partai yang merupakan keluaran dari aspirasi dan kepentingan partai.

Petugas partai dalam memimpin akan membawa aspirasi dan kepentingan partai dan mereka mengatakan bahwa partai itu berfungsi sebagai wadah penyaluran aspirasi dan kepentingan rakyat.

Apakah benar aspirasi dan kepentingan partai mereka adalah aspirasi dan kepentingan rakyat Indonesia yang mayoritas muslim ?

Berikut contoh aspirasi dan kepentingan partai yang akan dibawa oleh petugas partai?

“Kami satu-satunya partai yang dengan gagah berusaha agar RUU (pornografi) itu tidak diundangkan dan tidak diberlakukan,” kata Megawati sebagaimana yang diberitakan pada http://news.detik.com/read/2009/06/27/171232/1155093/700/mega-cerita-kegagahan-pdip-tolak-ruu-pornografi

“Sebagai bangsa yang pluralis, dengan keanekaragaman suku bangsa, agama dan etnis. Tidak mungkin hal itu diberlakukan,” tegas Mega.

Contoh lainnya yang terekam sejarah pada http://nasional.kompas.com/read/2008/10/30/13264812/akhirnya.ruu.pornografi.disahkan

****** awal kutipan *****
JAKARTA, KAMIS — Setelah melalui proses sidang yang panjang, Kamis (30/12) siang, akhirnya RUU Pornografi disahkan. RUU tersebut disahkan minus dua Fraksi yang sebelumnya menyatakan walk out, yakni Fraksi PDS dan Fraksi PDI-P.

Menteri Agama Maftuh Basyuni mewakili pemerintah mengatakan setuju atas pengesahan RUU Pornografi ini.

Menurutnya, RUU ini nondiskriminasi tanpa menimbulkan perbedaan ras, suku, dan agama. Substansi RUU juga dirasa tepat dan definisi dirasa sangat jelas. RUU ini untuk melindungi masyarakat dan sebagai tindak lanjut UU perlindungan anak dan penyiaran.
****** akhir kutipan ******

Jadi jelaslah bahwa Fraksi PPDI-P “sepemahaman” dengan Fraksi PDS

Contoh salah seorang menyampaikan alasan walk out Fraksi PDI-P dan Fraksi PDS adalah seperti

***** awal kutipan *****
Penyeragaman budaya RUU ini juga dianggap tidak mengakui kebhinnekaan masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, etnis dan agama.

RUU dilandasi anggapan bahwa negara dapat mengatur moral serta etika seluruh rakyat Indonesia lewat pengaturan cara berpakaian dan bertingkah laku berdasarkan paham satu kelompok masyarakat saja. Padahal negara Indonesia terdiri diatas kesepakatan ratusan suku bangsa yang beraneka ragam adat budayanya. Ratusan suku bangsa itu mempunyai norma-norma dan cara pandang berbeda mengenai kepatutan dan tata susila.

Selain mendiskreditkan perempuan dan anak-anak, RUU pornografi secara sistematik juga bertentangan dengan landasan kebhinekaan karena mendiskriminasikan pertunjukan dan seni budaya tertentu dalam kategori seksualitas dan pornografi.

Dari sudut pandang hukum, RUU Pornografi dinilai telah menabrak batas antara ruang hukum publik dan ruang hukum privat. Hal ini tercermin dari penggebirian hak-hak individu warga yang seharusnya dilindungi oleh negara sendiri. RUU pornografi mengabaikan kultur hukum sebagai salah satu elemen dasar sistem hukum. Hukum merupakan hasil dari nilai-nilai hidup yang berkembang secara plural di masyarakat.
***** akhir kutipan *****

Seni, budaya, adat istiadat, kebhinekaan, keberagaman, hak asasi manusia , kepercayaan, cara pandang, etika, norma, hak individu, kultur hukum, hukum publik, hukum privat, hukum buatan manusia harus berlandaskan hukum Allah sebagai konsekwensi berketuhanan yang Maha Esa

Allah Azza wa Jalla yang menciptakan manusia tentulah Dia lebih mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk bagi manusia sehingga manusia diberikan petunjukNya dalam bentuk hukum Allah

Allah Azza wa Jalla hanya mengharamkan beberapa bagian saja, itu pun karena hikmah tertentu untuk kebaikan manusia itu sendiri. Dengan demikian wilayah haram dalam syariat Islam itu sangatlah sempit, sedangkan wilayah halal sangatlah luas.

Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf [7]: 33)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Rabbku memerintahkanku untuk mengajarkan yang tidak kalian ketahui yang Ia ajarkanpadaku pada hari ini: ‘Semua yang telah Aku berikan pada hamba itu halal, Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya,dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya”. (HR Muslim 5109)

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan bagi non muslim jika sistem pemerintahan dan hukum-hukum buatan manusia berlandaskan hukum Allah karena sejak zaman Rasulullah yang menerapkan hukum Allah, kaum non muslim tetap mendapatkan perlindungan, kebebasan beragama dan perlakuan yang baik.

Jadi kalau muslim yang koruptor, teroris atau muslim yang menindas adalah oknum muslim yang salah memahami Al Qur’an dan Hadits karena tujuan beragama adalah menjadi muslim yang ihsan atau muslim yang berakhlakul karimah meneladani Rasulullah sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/04/11/sanad-dan-akhlak/

Pihak yang dapat mengeluarkan fatwa sebuah peperangan adalah jihad (mujahidin) atau jahat (teroris) hanyalah ulil amri setempat yakni para fuqaha setempat karena ulama di luar negara (di luar jama’ah minal muslimin) tidak terbebas dari fitnah sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/04/28/tegakkan-syariat-islam/

Sedangkan sebaliknya kaum muslim yang berada di negeri non muslim, pada kenyataannya ada kita temukan tidak mendapatkan kebebasan beragama.

Jadi bagi siapa saja yang mengingkari hukum Allah maka dia termasuk anti Islam.

Contoh lainnya yang “anti Islam” adalah Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi ketika menolak sertifikasi halal produk Farmasi dalam Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH). Alasannya, hampir semua obat dan vaksin mengandung babi.

Berikut kutipan dari http://www.kompasislam.com/2014/03/02/menkes-minta-ruu-halal-ditunda-tengku-zulkarnaen-menkes-mboi-seperti-orang-anti-islam/

****** awal kutipan ******
Menkes Minta RUU Halal Ditunda,

Tengku Zulkarnaen : Menkes Mboi seperti Orang Anti-Islam

Jakarta (KompasIslam.com) – Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tengku Zulkarnen menyoroti sikap kementerian kesehatan yang meminta pembahasaan RUU Produk Halal ditunda. Menkes kristen Nafsiah Mboi dinilai tidak pro-perlindungan konsumen terhadap informasi bahan kimia di dalam obat-obatan.

“Menkes ini seperti orang anti Islam. Seperti pembagian kondom, lalu tidak menghapuskan pelayanan khitan wanita di rumah sakit negeri, dan sekarang mempertimbangkan aturan halal terhadap obat-obatan,” kata tengku Zulkarnaen, Sabtu (1/3/2014).

Padahal, dia menilai, perusahaan farmasi saja belum tentu menolak jika produknya harus melalui proses sertifikasi. Karenanya, kenapa justru dia yang keberatan.

Ia pun mempertanyakan, komitmen kemenkes dalam menerbitkan produk obat-obatan yang aman dikonsumsi masyarakat.

Sebelumnya ramai diberitakan, Menteri Kesehatan kristen RI Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal produk Farmasi dalam Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH). Alasannya, hampir semua obat dan vaksin mengandung babi.

“Contohnya, walaupun bahan vaksin tidak mengandung babi, tapi katalisatornya itu mengandung unsur babi. Sehingga tidak bisa dinilai kehalalannya,” kata Mboi sok tau di Jakarta, Selasa (3/12/2013) akhir tahun lalu.

Dia menyebut bahwa produk farmasi seperti obat dan vaksin memang mengandung barang haram sehingga tidak bisa disertifikasi halal. Sehingga menurut Mboi produk farmasi perlu dipisahkan dari makanan dan minuman dalam RUU JPH.

Mboi juga membenarkan adanya penggunaan minyak babi pada katalisator dalam pembuatan obat. Mboi berdalih, bila sertifikasi halal itu diterapkan, vaksin yang mengandung babi itu tidak akan bisa digunakan karena tidak memiliki sertifikasi halal.

“Kita menolak sertifikasi halal itu untuk vaksin dan obat-obatan,” timpalnya.
***** akhir kutipan ******

Presiden SBY pemimpin paling tinggi di negeri ini, tidak mampu “mengendalikan” seorang menteri kesehatan agar rakyat Indonesia yang mayoritas muslim mendapat perlindungan konsumen produk Farmasi untuk mendapatkan informasi mana yang halal dan mana yang haram.

Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah menilai wacana yang diusung oleh Jokowi-JK yang akan melarang perda bernuansa syariat Islam bertentangan dengan otonomi daerah dan adat Minangkabau sebagaimana kabar pada http://www.republika.co.id/berita/pemilu/menuju-ri-1/14/06/08/n6ulik-penghapusan-perda-syariah-oleh-jokowijk-bertentangan-dengan-adat-minang

***** awal kutipan ******
“Ada falsafah adat basandi syarak-syarak basandi kitabullah. Syarak mengato adat memakai. Itulah yang berlaku di tanah Minang” katanya.

Karena adat Minangkabau berlandaskan nilai-nilai keislaman, maka nilai-nilai inilah yang menjadi keseharian masyarakat. Karena itu,pemerintah daerah di Sumatra Barat berkewajiban untuk melindungi nilai-nilai tersebut yang dikuatkan landasan hukumnya dalam peraturan daerah.

“Keseharian masyarakat di tanah Minang ini seperti berpakaian yang menutup aurat atau budaya orang Minang yang suka mengaji ke surau dan masjid harus kita dorong dan dikuatkan dalam peraturan daerah. Toh ini kan juga sudah membudaya bagi masyarakat Minang,” katanya.

Menurut Mahyeldi, peraturan daerah yang berlandaskan syariat Islam seperti itu tidaklah sempit dan menakutkan. Karena pada hakikatnya, Islam mengatur tentang kehidupan yang membawa kepada kebaikan dalam hubungan bermasyarakat.

“Islam tidak hanya terkait masalah halal dan haram. Ketika ada aturan tertib lalu lintas itu kan juga syariat Islam. Ketika ada aturan berlaku jujur dan tidak korupsi ini kan intinya syariat Islam,” katanya.
****** akhir kutipan *******

Begitupula pada tahun 2006 yang lalu. Ketika itu, sejumlah anggota DPR mendatangi Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno dari PDIP untuk menolak perda-perda bernuansa syariah.

“Kami minta pimpinan DPR segera menyurati Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) agar mencabut perda-perda itu,” kata Ketua Fraksi Partai Damai Sejahtera Constant Ponggawa

Menurut Ponggawa, ketika itui ada sekitar 22 kota dan kabupaten yag memberlakukan Perda bernuansa Syariah Islam. Padahal pembentukan perda-perda tersebut harus mendapat persetujuan dari Depdagri. “Seharusnya Depdagri juga proaktif menyikapi perda-perda tersebut,” harap dia.

Menanggapi keberatan sejumlah anggota dewan itu, anggota Komisi II DPR RI dari F-KB Saifullah Ma’shum menyatakan usulan sejumlah anggota DPR yang menolak penerapan Praturan Daerah (Perda) yang khas Syari’at Islam karena ada kesalahpahaman terhadap pengertian Syari’at Islam.

Selain itu, katanya, pemahaman soal Syari’at Islam belum merata. “Jadi ada kesalahpahaman, bahwa Syari’at Islam itu sesuatu yang menghantui atau menakutkan,” ujar Saifullah Ma’shum.

Menurutnya, agar Perda-perda khas Syari’at Islam diterima, maka sebaiknya sebelum perda-perda diterapkan, dilakukan diskusi publik yang berkomprehensif dan mendalam. Sehingga semua stakeholder itu paham tentang perda dan posisi syariat Islam.

Dengan demikian, maka Perda-perda khas Syari’at Islam itu tidak dipersoalkan lagi. “Intinya kalau disepakati anggota dewan di daerah, Perda tersebut tidak bermasalah,” tegasnya.

Apa yang mereka permasalahkan dan akan larang jika mereka berkuasa dalam pemerintahan, sudah pula ditanggapi oleh Majelis Ulama Indonesia sebagaimana arsip berita pada http://www.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=78283

Pada tahun 2006, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma`ruf Amin menyatakan sebagai berikut

****** awal kutipan ******
Syariah Islam sama sekali tak bertentangan dengan Pancasila ataupun UUD 1945, dan mengingatkan bahwa Pancasila merupakan ideologi relijius yang dicerminkan dalam sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa,

“Kalau perda itu dimaksudkan untuk kebaikan masyarakat mengapa harus dilarang?

Pihak-pihak yang mencoba mempertentangkan Pancasila dengan Islam adalah pihak yang ingin menjauhkan Pancasila dari agama,” katanya.

Sebuah peraturan yang sesuai dengan ajaran Islam, ujarnya, jangan dianggap Islamisasi, karena masyarakat Indonesia memang sudah hidup dalam budaya Islam dan menginginkan kebaikan sesuai ajaran agamanya.

“Mengapa kalau budaya global boleh, budaya lokal boleh tetapi begitu budaya Islam diminta supaya dilarang, padahal Islam sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia sejak lebih dari 500 tahun lalu,” kata Ma`ruf.

Ia juga menampik anggapan kelompok tertentu bahwa perda bernuansa syariah seperti Perda Pencegahan Maksiat di Gorontalo, merupakan bentuk penerapan negara Islam di Indonesia.

Negara Kesatuan RI dan Pancasila itu sudah kesepakatan bersama dan sudah final, sehingga tak perlu ada negara Islam, kata kyai Nahdlatul Ulama itu.

Perda-perda itu jangan dibelokkan menjadi tuduhan bahwa umat Islam ingin keluar dari NKRI atau mengubah Pancasila atau tak menghargai kebhinekaan, ujarnya.”

Syariah Islam itu nilai-nilai Islam yang hidup dalam masyarakat lalu diserap dalam suatu peraturan, tidak berbeda dengan nilai global atau nilai lokal yang menjadi aturan,” katanya.

Jadi semua perda itu semua, ujarnya, bagian dari NKRI, bagian dari kebhinekaan, dan bagian dari demokrasi yang disusun oleh pemda dan DPRD sendiri, artinya oleh rakyat sendiri.

Perda-perda anti maksiat, lanjutnya, justru akan memperkokoh Pancasila yang selama ini memang selalu menyerap dari berbagai sumber.
***** akhir kutipan *****

Jadi yang dimaksud dengan perda syariah adalah perda yang mengatur ketertiban umum dimana substansinya sesuai dengan syariah Islam contohnya perda pelarangan pelacuran dan miras

Mantan Bupati Bulukumba, Andi Partabai Pobokori, mengungkapkan, penerapan perda bernuansa syariat Islam di wilayahnya disambut umat non-Muslim. Mereka merasa tenteram dengan diberlakukannya perda-perda bernuansa syariat Islam.

“Umat non Muslim juga mendukung penerapan Perda-perda bernuansa syariah di Bulukumba. Ketika ada Kongres Umat Islam di sana, mereka ikut membentangkan spanduk dukungan,” ujar Pobokori.

Ia mengungkapkan, sejak diterapkannya Perda bernuansa syariat Islam pada 2001, tingkat kriminalitas di Bulukumba turun hingga 85%.

“Tidak ada lagi warung yang menjual minuman keras serta tidak ada lagi perkelahian pelajar. “Angka pembunuhan dan pemerkosaan yang dulu tinggi, sekarang menurun drastis,” paparnya.

Klaim itu dibuktikan Lukman bin Ma’sa, melalui penelitian berjudul Penerapan Syari’at Islam Melalui Peraturan Daerah (Studi Kasus Desa Padang Kecamatan Gantarang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan).

Dalam skripsi setebal 142 halaman yang diajukan pada 11 April 2007 untuk meraih gelar sarjana strata satu pada Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir, Jakarta, ini, Lukman mengemukakan dampak positif Perda bernuansa syariat Islam di Desa Padang. Misalnya membuat lenyap penjualan miras dan mabuk-mabukan. Bahkan angka kriminalitas setempat dalam setahun terakhir turun drastis hingga 99% dari sebelum penerapan perda tersebut.

Hingga kini, sekitar 33 kota dan kabupaten sudah memberlakukan Perda bernuansa Syariat Islam.

Adanya kepentingan yang sama yang mempersatukan partai-partai politik berbasis ormas Islam yang disimpulkan dalam gerakan yang diberi nama “selamatkan Indonesia” sebagaimana yang mereka uraikan pada http://selamatkanindonesia.com/

Oleh karena sistem pemilihan langsung maka misi “selamatkan Indonesia” harus dapat tersosialisaikan kepada seluruh rakyat pemilih dalam waktu relatif singkat sehingga dapat merebut hati dan meyakinkan rakyat pemilih.“

“Rakyat harus dibimbing dan didampingi untuk benar-benar bisa memilih dengan rasional. Jangan sampai angan yang begitu besar saat SBY muncul akan terulang kepada Jokowi, itu yang harus disadari rakyat Indonesia” ujar pengamat Politik dari LIPI, Siti Zuhro pada http://poskotanews.com/2014/03/18/rakyat-indonesia-terjebak-pencitraan-jokowi/

Kalau upaya sosialisasi “selamatkan Indonesia” gagal maka akan terpilih “petugas partai” memimpin negeri dengan membawa aspirasi dan kepentingan partai


Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830